Para dukun tua dengan topeng kayu dan tato kuno duduk melingkar. Di altar batu, darah ayam cemani dan belati pusaka mengkilap siap buat ritual.
Tapi Laras gak datang sebagai korban pesugihan.
Liontinnya menyala. Matanya merah memantulkan bulan purnama. Dia melangkah ke tengah ruangan. “Kalau aku tumbal terakhir, biar aku yang nutup semua ini.”
Cermin raksasa muncul sendiri. Dari dalamnya, roh-roh korban sebelumnya muncul. Mereka menuding ke Mbah Surani. “Pelanggar perjanjian.”
Laras letakkan liontin di altar. “Aku menolak warisan dosa ini.” Lalu dia hancurkan liontin dengan belati.
Cahaya terang meledak. Cermin pecah. Bayangan dari tubuh Laras keluar dan berubah bentuk.
Dia bukan korban. Dia bukan penjaga. Dia adalah penghabisan. Nah yang menutup segel, atau menghancurkannya.
Desa Karangjati diam. Tapi langitnya berdarah. Karena untuk pertama kalinya, tumbal terakhir tidak menyerahkan diri.
Nah di sanalah, kisah kutukan ratusan tahun akhirnya pecah, oleh satu gadis yang menolak jadi korban.
Baca Juga: Misteri Pesugihan Monyet di Tulungagung: Legenda yang Diyakini Masih Hidup Hingga Kini
Cerita Laras bukan cuma kisah mistis desa terkutuk. Tapi soal memilih.
Gak semua warisan harus diterima. Kadang, yang kamu lawan bukan setan tapi sejarah yang kelam.
Jadi, kalau suatu hari kamu nerima amplop tua tanpa nama, pikir dua kali sebelum kamu buka. Karena bisa aja, kamu yang selanjutnya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: YouTube