Gunung Semeru di Jawa Timur mengalami erupsi pada Sabtu, 4 Desember 2021. Erupsi yang disertai dengan awan panas guguran itu terjadi sekira pukul 15.00 WIB.
Erupsi Gunung Semeru pada sore itu memberikan dampak yang luar biasa terhadap ratusan warga yang tinggal tak jauh dari gunung.
Menurut laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ada sekitar delapan desa di dua kecamatan yang terdampak abu vulkanik erupsi gunung tertinggi di Pulau Jawa itu.
Banyak rumah warga hingga lahan pertanian yang tertimbun abu vulkanik. Tak hanya itu, akses jalan pun terputus akibat tebalnya abu yang merupakan material dari perut Gunung Semeru.
Berdasarkan rekaman video warga yang beredar, muntahan abu vulkanik saat terjadinya erupsi Gunung Semeru sangat tebal. Bahkan saking tebalnya, cahaya matahari tidak bisa menembus hingga membuat langit Lumajang sore itu gelap layaknya malam hari.
Ini bukan pertama kali Gunung Semeru mengalami erupsi. Riwayat letusan gunung dengan ketinggian puncak mencapai 3676 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu sudah terjadi sejak lama, bahkan sudah melalui tiga abad.
Catatan erupsi dimulai dari abad ke-19
BNPB memiliki catatan bahwa erupsi Gunung Semeru telah dimulai dari sejak abad ke-19, tepatnya pada 1818 hingga 1913.
Namun, Plt. Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari dalam keterangan resminya, Sabtu (4/12) mengatakan pihaknya tidak memiliki dokumentasi yang banyak terkait erupsi pada zaman itu.
Dia mengaku tidak banyak informasi yang terdokumentasi dengan baik dalam rekaman catatan BNPB.
Erupsi di abad ke-20
BNPB mencatat adanya erupsi Gunung Semeru yang terjadi pada 1941-1942. Bahkan, aktivitas vulkanik itu berdurasi panjang dengan mengeluarkan lelehan lava.
Muhari menyebut erupsi saat itu memiliki ketinggian mencapai 1.400 hingga 1.775 meter. Bahkan material vulkanik sampai menimbun pos pengairan Bantengan.
"Saat itu letusan sampai di lereng sebelah timur dengan ketinggian 1.400 hingga 1.775 meter. Material vulkanik hingga menimbun pos pengairan Bantengan," jelas dia.
Setelah erupsi itu, ada beberapa aktivitas vulkanik yang terjadi secara beruntun dimulai dari 1945, 1946, 1947, 1950, 1951, 1952, 1953, 1954, 1955-1957, 1958, 1959, serta 1960.
Kemudian pada 1 Desember 1977, Gunung Semeru kembali erupsi dengan mengeluarkan lava yang menghasilkan awan panas dengan jarak 10 km.
Volume endapan material vulkanik saat itu mencapai 6,4 juta m3 hingga membuat lahan pertanian, rumah, dan infrastruktur jalan rusak di Besuk Kobokan.
"Saat itu sawah, jembatan dan rumah warga rusak," tulis dia.
Erupsi di abad ke-21
Gunung Semeru kembali menunjukkan aktivitasnya dimulai dari tahun 2002. Kemudian terus berlanjut 2004, 2005, 2007, dan 2008.
Pada 2008 misalnya, kata Muhari, Gunung Semeru bisa mengalami erupsi sampai beberapa kali dalam rentang 15 Mei hingga 22 Mei.
"Teramati pada 22 Mei 2008, empat kali guguran awan panas yang mengarah ke wilayah Besuk Kobokan dengan jarak luncur 2.500 meter," sebut dia.
Saat itu, aktivitas vulkanik Gunung Semeru berada di di kawah Jonggring Seloko, kawah yang berada di sisi tenggara puncak Mahameru.
Terakhir, Gunung Semeru erupsi pada 4 Desember 2021. Erupsi itu disertai dengan awan panas guguran sangat tebal. Bahkan saking tebalnya, cahaya matahari tidak dapat menembus.
Artikel Menarik Lainnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: