Tarian Sintren.
INDOZONE.ID - Cirebon yang berada di pesisir utara pulau Jawa, tak hanya terkenal dengan kuliner serta batiknya yang memikat. Namun juga menyimpan seni tari yang konon bernuansa mistis dan mengandung banyak filosofi di dalamnya.
Sintren, salah satu seni tari khas Kota Udang, memadukan unsur magis di setiap atraksinya. Penari dipercaya dirasuki oleh roh bidadari yang sengaja dipanggil sang dalang.
Ketika Z Creators menyaksikan tarian ini, sang penari menggunakan kacamata hitam serta disampingnya duduk dalang mengipas-ngipas kemenyan yang dibakar. Tak lama terlihat tubuh penari seperti dihipnotis mengikuti semua perintah dalangnya.
Tubuh penari yang seperti dihipnotis tersebut, konon tidak sadarkan diri dan tubuhnya bergerak menari mengikuti alunan musik.
Biasanya sebelum menari, dalang akan melakukan ritual dengan membakar kemenyan untuk memanggil arwah bidadari.
Dalam ritual akan terdengar syair yang dilantunkan, yang tak sekedar nyanyian namun merupakan proses pemanggilan arwah.
Selama menari, sang penari matanya akan terpejam karena kerasukan dan ditutup dengan kacamata hitam sebagai penyekatnya.
Sebelum melakukan ritual, biasanya penari memakai pakaian biasa lalu diikat dengan tali dan kain, dibungkus tikar lalu dimasukkan ke dalam kurungan ayam.
Kegiatan ini menyimbolkan keadaan bangsa Indonesia yang terikat dan ingin bebas merdeka dari penjajahan.
Tak berapa lama, penari akan keluar dari kurungan ayam dengan memakai kostum tari lengkap dengan kacamata hitamnya. Konon ini merupakan proses gaib arwah bidadari telah merasuki tubuh sang penari.
Hal mistis lain terlihat apabila penari juga seketika rubuh ketika ada penonton yang melempar uang koin dan mengenai tubuhnya.
Hal ini menyimbolkan bahwa uang merupakan hal duniawi, dan bagi siapa yang tak bisa menjaga amanah dunia akan jatuh dengan sendirinya.
Sintren konon merupakan seni budaya yang telah lama ada sebelum ajaran Islam masuk di tanah air. Diriwayatkan, tarian ini berawal dari kisah percintaan Raden Sulandono dan Sulasih yang tidak mendapat restu orang tua.
Raden Sulandono lalu diperintahkan ibunya untuk bertapa dan diberikan selembar kain bila kelak bertemu Sulasih seusai bertapa. Sedangkan Sulasih diperintahkan menjadi penari di setiap acara bersih desa, sebagai syarat bertemu Raden Sulandono.
Singkat cerita Raden Sulandono bisa membawa kabur Sulasih ketika wanita pujaan hatinya ini menari di suatu acara bersih desa. Raden Sulandono melempar selendang dan seketika Sulasih pingsan karena kesurupan arwah Dewi Rantamsari.
Cerita ini menjadi cikal bakal munculnya Sintren yang merupakan istilah keadaan saat penari mengalami kesurupan atau trance.
Menjadi penari sintren,wanita atau gadis penari harus masih gadis atau perawan dan dalam keadaan suci. Penari harus berpuasa terlebih dahulu dan dilarang melakukan perbuatan dosa.
Hal ini agar memudahkan roh mudah masuk ke dalam tubuh sang penari. Penari Sintren memakai baju golek dengan bagian bawah memakai kain jarit dan celana cinde.
Kesenian ini tersebar tak hanya di wilayah Cirebon, namun juga beberapa daerah lain seperti Brebes, Pekalongan, Pemalang, Majalengka dan Banyumas.
Writer: Victor Median