INDOZONE.ID - Dalam catatan sejarah Korea Selatan, istilah "Haenyeo" yang artinya "Wanita Lautan" muncul sejak abad ke-17. Pada saat itu, nelayan di Pulau Jeju akan memancing sampai menyelam ke dalam laut untuk mendapatkan buruan Ikan.
Sejak dulu, profesi nelayan di Pulau Jeju tidak memandang jenis kelamin. Namun seiring waktu, jumlah nelayan wanita mulai mengalami peningkatan dibanding jumlah nelayan pria.
Dalam penelitiannya Luciano Candisani, seorang penulis dari media Sidetracked, menyebut kalau alasan dibalik berkurangnya jumlah nelayan pria di Pulau Jeju adalah karena adanya tuntutan bayar pajak yang tinggi. Selain itu, kebijakan wajib militer di Korea Selatan juga menjadi penyebab lainnya.
Baca Juga: Berlangsung 6 Hari, Inilah Proses Menyucikan Roh Leluhur Dayak Ngaju
Karena 2 tuntutan itulah yang membuat para pria di Pulau Jeju terpaksa harus meninggalkan keluarganya. Akibatnya, para wanita di Pulau Jeju bertugas sebagai tulang punggung keluarga dengan bekerja sebagai seorang nelayan.
Jose Jeuland dari media Oceanographic's melakukan pengamatan terkait keseharian para Haenyeo di Pulau Jeju.
Para wanita akan melatih para anak perempuan dan gadis remaja di sana tentang bagaimana caranya melaut dan menyelam. Latihan ini biasa mereka lakukan sejak pukul 10 pagi.
Baca Juga: Kilas Balik Sumanto, Sosok Kanibal Asal Purbalingga yang Cari Kedamaian Abadi
Untuk latihan menyelamnya sendiri, mereka akan diminta untuk menyelami lautan hingga kedalaman 9 meter. Mereka akan diminta untuk menahan nafasnya di dalam air selama 2-3 menit.
Memasuki abad ke-20 ketika Jepang menjajah Korea, bangsa Jepang mengambil untung dari para Haenyeo Pulau Jeju. Mereka akan meminta para Haenyeo untuk menangkap biota laut sebanyak-banyaknya agar bisa mendapat untung yang besar.
Tidak hanya itu, bangsa Jepang juga mengambil beberapa warga Pulau Jeju dari semua jenis kelamin dan usia untuk membangun sejumlah infrastruktur, mulai dari jalur kereta api, pelabuhan hingga jalan raya.
Baca Juga: Nilai Religi dan Sosial dalam Tradisi Manopeng Masyarakat Banyiur
Tentunya masyarakat Korea tidak tinggal diam. Berbagai macam upaya perlawanan masyarakat hingga militer Korea pun dilakukan untuk memperjuangkan kemerdekaannya. Salah satu contohnya adalah Perang Korea yang berlangsung pada medio 1950-1953.
Hasil dari perjuangan rakyat Pulau Jeju saat itu menyebabkan 30.000 jiwa meninggal dan 40.000 jiwa lainnya berhasil melarikan diri. Dan tentunya rakyat Korea pun berhasil mengusir bangsa Jepang dari tanahnya.
Akan tetapi, perjuangan rakyat Korea belum berhenti sampai situ, apalagi dengan terbagi duanya wilayah Korea menjadi Korea Utara dan Korea Selatan.
Di satu sisi, Pulau Jeju menjadi milik Korea Selatan. Tapi di sisi lain, pemerintah Korea Selatan masih harus terseok-seok dalam membangun kondisi ekonominya akibat pemisahan wilayah tersebut.
Alhasil, pemerintah menjadikan sektor maritim di Pulau Jeju sebagai salah satu penyokong pertumbuhan ekonomi negara. Selain itu, dengan dibuatnya perkebunan buah di Pulau Jeju, juga menambah pemasukan bagi negara.
Baca Juga: Sejarah Pembangunan Benteng di Jepang: Dari Kekalahan Telak hingga Kemenangan Gemilang
Di masa kini, Pulau Jeju menjadi salah satu destinasi wisata di Korea Selatan karena berbagai macam lokasi wisata, perkebunan buah hingga keunikan para Haenyeo yang menjadi pusat perhatian para turis.
Fun fact, mayoritas Haenyeo di Pulau Jeju adalah para wanita lansia dengan rentang usia 65-75 tahun. Setiap tahunnya, mereka hanya melaut selama 90 hari saja dan akan menyelam selama 7 jam per hari.
Dengan kemajuan teknologi, latihan menyelam yang ekstrem ini kian dipermudah dengan adanya alat bantu pernapasan seperti tangki oksigen. Belum lagi dengan adanya pakaian menyelam dan kacamata khusus untuk mempermudah para nelayan untuk melihat di kedalaman laut.
Baca Juga: Misteri Larangan Membawa Jeruk di Pantai Kedung Tumpang, Benarkah Memanggil Maut?
Menariknya, para Haenyeo tidak pernah menggunakan tabung oksigen selama melakukan penyelaman di dasar laut.
Pada awal ditemukannya profesi Haenyeo ini, jumlah mereka mencapai 23.000 orang. Namun seiring waktu, kini jumlahnya berkurang hingga mencapai 3.000-4.000 orang.
Walaupun Haenyeo ini masih didominasi oleh wanita lansia, tapi ada juga beberapa Haenyeo yang usianya masih muda. Dan profesi ini masih akan terus diteruskan hingga ke generasi selanjutnya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Allthatsinteresting.com