Ritual Entas-entas Suku Tengger. (Z Creators/Ahmad Sugeng Laksono)
Indonesia kaya akan keberagaman budaya dan tradisi, mulai dari tradisi pernikahan, kelahiran, hingga kematian. Salah satunya yaitu Ritual Entas-entas yang ada di lereng Gunung Bromo dan dimiliki masyarakat Suku Tengger.
Lalu apa sih Ritual Entas-entas? Berikut ulasan mendalamnya yang telah dirangkum:
1. Pengertian Ritual Entas-entas
Ritual Entas-Entas ini, biasa dilaksanakan pada hari yang ke-1000 atau minimal pada hari ke-44 setelah ada keluarga yang meninggal. Istilah ‘Entas-entas’ berasal dari bahasa Jawa, yaitu entas yang berarti mengangkat, ada pula yang menyebut dengan istilah Nyewu atau selamatan seribu hari orang meninggal.
Namun ada kebanyakan ritual Entas-entas ini dilaksanakan sebelum acara adat pernikahan maupun acara adat khitanan. Ritual adat Entas-Entas ini warga yang mempunyai hajat mengundang sanak keluarga yang mempunyai keluarga atau orang tua yang sudah meninggal dunia dan dimintai Gombal Godong atau pakaian yang pernah dipakai keluarga yang sudah meninggal.
Istilah ‘Gombal Godong’ atau pakaian yang pernah dipakai leluhur nantinya dijadikan simbol leluhur hadir di acara Ritual Entas-entas tersebut. Jumlah pakaian yang diminta tergantung jumlah leluhur atau keluarga yang sudah meninggal.
Entas-entas merupakan gambaran dari meluruhkan atau mengangkat derajat leluhur yang sudah meninggal agar mendapatkan tempat yang layak dan lebih baik.
Bagi warga Suku Tengger pelaksanaan Ritual Entas-entas secara khusus yaitu untuk mensucikan roh atau arwah bagi orang yang sudah meninggal dunia. Atau sebagai upaya untuk memperingati kematian keluarga yang sudah meninggal dunia agar arwahnya bisa mendapatkan tempat yang lebih baik. Dalam tradisi ini, terdapat beberapa rangkaian urutan didalamnya, yakni reresik, mepek, mbeduduk, lukatan, dan bawahan.
Untuk melakukan upacara ini, berbagai keperluan harus disiapkan, diantaranya adalah kain putih, bebek, cepel, cobek, beras, kulak (wadah bambu). Selain itu, juga menyediakan sebuah boneka yang diberi nama Petra, sebagai tempat kembalinya roh atau arwah.
Adapun pembuatan boneka itu menggunakan bahan dedaunan dan bunga, kemudian nantinya akan disucikan oleh Dukun Pandhita. Masing-masing benda yang digunakan sebagai sarana upacara tersebut mempunyai makna tersendiri bagi warga Suku Tengger.
2. Tahapan Ritual Entas-entas
Ada beberapa tahapan prosesi yang dilakukan, diantaranya yaitu, keluarga yang bersangkutan mengisi kulak atau bumbung yang terbuat dari bambu itu dengan beras.
Kulak tersebut sebagai lambang dari yang meninggal tersebut. Kemudian, semua keluarga berkumpul di bawah kain putih panjang yang dibentangkan oleh dukun setempat. Setelah itu, dilakukan prosesi Entas-Entas. Inti dari upacara ini, bagi warga Ngadas yaitu untuk mengembalikan manusia kepada unsur alaminya, yaitu tanah, kayu, air dan panas.
Atma atau arwah yang dientas diwakili oleh orang yang masih hidup, meskipun itu tidak ada hubungan saudara. Adapun salah satu persyaratan warga yang mau mewakili atma tersebut tidak boleh memakai baju, untuk yang perempuan diharuskan memakai kemben, atau pakaian tradisional pembungkus tubuh wanita yang secara historis umum ditemui di daerah Jawa dan Bali.
Dalam pandangan warga Suku Tengger, orang yang sudah meninggal itu tidak memakai pakaian ataupun lainya. Mereka yang mewakili atma itu kemudian dipayungi dengan menggunakan kain berwarna putih, diantaranya adalah anak-anak, muda maupun dewasa. Mereka kemudian diberikan mantra oleh dukun. Setelah itu, semua Petra dibawa ke tempat pembakaran untuk disempurnakan.
Dalam upacara ini warga Tengger biasanya menggunakan sejumlah hewan ternak, seperti kambing, kerbau, atau lembu. Salah satu hewan yang kerap dipakai dalam upacara adat itu adalah kambing putih yang diyakini bisa berperan sebagai kendaraan untuk menuju alam arwah.
3. Makna Ritual Entas-entas
Tradisi ini bukan hanya sekadar upacara kematian biasa seperti di daerah-daerah lainnya. Di balik pelaksanaannya, Entas-Entas memiliki makna yakni mengembalikan kembali unsur-unsur penyusun tubuh manusia. Unsur-unsur tersebut ialah tanah, kayu, air, dan panas.
Makna yang diambil dari tanah, yaitu setiap ada manusia yang meninggal akan dikubur di dalam tanah. Selanjutnya adalah kayu, untuk menandai lokasi orang meninggal menggunakan kayu yang ditancap bahkan ditanam sebagai nisan.
Lalu ada air yang digunakan untuk memandikan yang meninggal. Dengan kata lain sebagai pembersih. Juga sekaligus sebagai penghormatan kepada Dewa Baruna, dewa air. Terakhir ada panas. Untuk mengembalikan unsur yang satu ini caranya adalah dengan dibakar.
Boneka petra yang sudah dibuat tadi akan dibakar. Cara pengembalian unsur panas ini mirip dengan upacara Ngaben di Bali. Namun, bedanya adalah jika di Entas-entas hanya membakar boneka petranya saja.
Masyarakat Suku Tengger mempercayai bahwa manusia yang telah meninggal dunia dalam waktu tertentu masih tinggal di antara sanak keluarganya dalam pengembaraan sebelum menuju swarga loka. Berbedanya ruang dan waktu dengan manusia yang masih hidup maka tidak bisa disebutkan berapa lama jiwa-jiwa ini mengembara dan kapan kembali ke swargaloka.
Artikel menarik lainnya:
Bikin cerita serumu dan dapatkan berbagai reward menarik! Let’s join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: