INDOZONE.ID - Idul Adha atau yang juga dikenal sebagai Hari Raya Kurban, merupakan salah satu momen penting bagi umat Islam.
Di berbagai daerah Indonesia, Idul Adha memiliki kekhasan tersendiri yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Begitu pula di Yogyakarta, masyarakat merayakannya dengan tradisi khas, yakni Grebeg Gunungan.
Baca Juga: Menelusuri Jejak Leluhur Lewat Tradisi Mapak Tirto di Sidoarjo
Apa Itu Grebeg Gunungan?
Tradisi Grebeg Gunungan menampilkan arak-arakan gunungan tumpukan hasil bumi berbentuk kerucut yang terdiri dari sayur-mayur, buah, dan makanan lainnya.
Gunungan ini diarak dari Keraton menuju Masjid Gede Kauman, dikawal oleh para prajurit keraton.
Setelah pembacaan doa, hasil bumi tersebut dibagikan kepada masyarakat sebagai simbol syukur dan berkah bersama.
Kapan Grebeg Gunungan Dilakukan?
Biasanya, Grebeg Gunungan dilakukan tiga kali dalam setiap tahun. Tiga momen ini bertepatan dengan hari-hari besar Islam.
1. Grebeg Maulud: memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW (Maulid).
2. Grebeg Syawal: sebagai penutup bulan Ramadhan (Hari Raya Idul Fitri).
3. Grebeg Besar: bertepatan dengan Idul Adha.
Baca Juga: Mengenal Tradisi 'Putri Jenggolo': Ritual Pernikahan Unik Khas Sidoarjo
Prosesi dan Makna Simbolik
Gunungan dirakit secara khusus oleh para abdi dalem keraton yang mengikuti tata cara tertentu, termasuk ritual pembersihan diri dan doa-doa.
Gunungan diarak dari dalam keraton ke Masjid Agung, diiringi oleh pasukan keraton lengkap dengan baju adat, gamelan, dan meriam tradisional.
Setelah doa dan prosesi selesai, gunungan akan diperebutkan oleh masyarakat yang percaya bahwa bagian dari gunungan mengandung berkah dan kesuburan.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Antara