Kamis, 14 NOVEMBER 2024 • 15:05 WIB

Uniknya Tradisi Kebo-keboan di Banyuwangi: Orang-orang Berdandan bak Kerbau

Author

Tradisi Kebo-keboan di Banyuwangi.

INDOZONE.ID - Kebo-keboan adalah tradisi ungkapan rasa syukur masyarakat Osing di Desa Alasmalang, Kabupaten Banyuwangi, Kecamatan Singojuruh, Jawa Timur (Jatim). Rasa syukur ini dikhususkan atas melimpahnya hasil panen dalam setahun.

Tradisi kebo-keboan telah ada sejak Banyuwangi masih menjadi pusat Kerajaan Blambangan. Tradisi ini dipercaya digagas oleh Buyut Karti yang khawatir terhadap kesulitan masyarakat Desa Alasmalang pada masa itu, yakni ketika terjadi pagebluk.

Pagebluk merupakan masa-masa merebaknya penyakit. Pada masa tersebut, penduduk desa kesulitan mencari pekerjaan serta mengalami gagal panen karena banyaknya hama. 

Akibatnya, banyak dari mereka yang kelaparan dan meninggal. Buyut Karti kemudian mengajak penduduk desa untuk melakukan selametan bersih deso yang kemudian menjadi cikal bakal dari tradisi kebo-keboan.

Pelaksanaan Tradisi Kebo-keboan

Kebo-keboan dilaksanakan dalam rentang waktu antara hari pertama hingga kesepuluh Bulan Suro dalam penanggalan Jawa. 

Baca Juga: Mempererat Tali Silaturahmi melalui Bara'an: Tradisi Unik Menyambut Idulfitri di Bengkalis, Riau

Tradisi ini dilaksanakan selama dua hari. Rangkaian upacara dimulai pada Sabtu dengan acara mangan bareng pecel pitik atau makan pecel ayam bersama. Pada Minggu, upacara inti kebo-keboan dilaksanakan.

Elemen-elemen dalam tradisi ini meliputi kerbau dan gembalanya, serta tokoh Dewi Sri. Kerbau-kerbau diperankan oleh 40 pria dewasa. Mereka mengenakan pakaian serba hitam dengan riasan hitam disertai tanduk dan kalung klotok, bak kerbau. 

Sosok Dewi Sri, yang merupakan dewi kesuburan dan pertanian, diperankan oleh gadis remaja (belum menikah) atau seorang wanita cantik.

Pada puncak upacara, mantra-mantra dibacakan untuk memohon keselamatan, perlindungan dari bahaya, dan kemakmuran. Selanjutnya, prosesi ider bumi dilangsungkan. 

“Kerbau-kerbau” diarak mengelilingi empat penjuru desa diiringi musik khas Osing. Sebagian kerbau menarik Dewi Sri dengan kereta kencana, dengan para petani mengendalikan gerakan mereka.

Baca Juga: Mengenal Marakka Bola, Tradisi Unik Pindah Rumah Masyarakat Suku Bugis

Sepanjang jalan desa hingga sawah, para pemain kerbau seakan-akan dirasuki oleh roh leluhur sehingga membajak dan berkubang di sawah. Mereka menarik alat bajak tradisional secara berpasangan dan berkeliaran di sawah, dikendalikan oleh seorang petani yang berjalan di belakangnya.

Penebaran benih padi menjadi ritual yang mengakhiri tradisi kebo-keboan. Masyarakat berlomba-lomba mengumpulkan benih padi yang ditebar oleh Dewi Sri. 

Konon, orang yang mendapatkan benih padi dan menanam di sawah, hasil panennya akan melimpah tanpa gangguan hama.

Tradisi kebo-keboan ditransmisikan secara cukup baik terhadap anak-anak muda di desa setempat. Oleh karena itu, tradisi ini terbilang lestari meski zaman silih berganti. 

Melalui tradisi kebo-keboan, banyak nilai yang dapat diperoleh, seperti kebersamaan, keselarasan, rasa syukur, berbagi, dan gotong-royong.


Banner Z Creators Undip.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Jurnal, Knowledge Preservation Of The Mystical Cultural Legacy