INDOZONE.ID - Indonesia adalah rumah bagi berbagai tradisi budaya yang masih dilestarikan hingga kini. Salah satunya adalah tradisi Nyadran, yang hidup di beberapa daerah di Jawa.
Tradisi ini memadukan unsur budaya Jawa, Hindu, Buddha, dan Islam, menciptakan harmoni yang kaya nilai dan makna bagi masyarakat.
Berikut ini fakta-fakta menarik dari tradisi Nyadran yang dilansir dari jurnal berjudul “Tradisi Nyadran (Ruwahan) Semarak Menyambut Ramadan di Dusun Jalan dan Jonggrangan Desa Banaran Kapanewon Galur” karya Aryanti dan Masjid, A. yang diterbitkan tahun 2023:
Perjalanan Nyadran: Dari Tahlilan hingga Bersih-Bersih Makam
Nyadran umumnya dilaksanakan pada bulan Ruwah, atau bulan sebelum Ramadhan, antara tanggal 1 hingga 15. Tradisi ini dilakukan oleh kelompok kecil yang biasanya terdiri dari dua hingga tiga dusun.
Baca Juga: Warisan Tradisi Pernikahan Tiongkok: Dari Ritual Kuno hingga Modern
Masyarakat berbondong-bondong mendoakan arwah keluarga yang telah meninggal dan dimakamkan di pemakaman setempat.
Rangkaian Nyadran dimulai dengan kegiatan tahlilan setiap malam selepas shalat Isya, yang berpindah dari satu rumah anggota kelompok ke rumah lainnya.
Pada tanggal 12 Ruwah, seluruh warga dusun bekerja sama membersihkan makam keluarga dan area sekitar. Prosesi ini menjadi bentuk penghormatan terhadap leluhur dan menunjukkan kepedulian terhadap kebersihan lingkungan makam.
Puncak Nyadran: Kenduri dan Ambengan
Puncak acara Nyadran jatuh pada tanggal 15 Ruwah, yang ditandai dengan kenduri atau acara makan bersama di rumah kepala dusun.
Warga membawa ambengan (nasi dan lauk yang disajikan dalam wadah bambu) untuk disantap bersama. Sebelum makan, warga berkumpul untuk berdoa bersama, mendoakan keluarga yang telah berpulang.
Ambengan yang dibawa kemudian ditukar secara acak, melambangkan semangat berbagi dan mempererat kebersamaan antar warga dusun.
Makanan khas seperti nasi uduk, ayam ingkung, ketan, kolak, dan pisang raja turut disajikan, masing-masing dengan simbol dan makna khusus.
Makna Simbolis dalam Setiap Sajian
Setiap makanan dalam kenduri Nyadran menyimpan makna tersendiri. Misalnya, ketan menggambarkan eratnya hubungan antarwarga, kolak sebagai ucapan, dan apem sebagai permohonan maaf.
Ayam ingkung yang dimasak utuh melambangkan kerendahan hati di hadapan Tuhan, dengan posisi tersungkur sebagai simbol doa dan pasrah.
Nasi uduk melambangkan kesucian, sementara pisang raja menyiratkan harapan hidup bahagia.
Nilai Kehidupan yang Terkandung dalam Nyadran
Tradisi Nyadran mengajarkan tentang keseimbangan antara manusia, Tuhan, dan alam. Prosesi ini bukanlah bentuk pemujaan roh, melainkan cara menjaga keharmonisan alam semesta.
Dalam pelaksanaannya, tercermin nilai-nilai gotong royong, keikhlasan, kebersamaan, dan silaturahmi.
Baca Juga: Memahami Tradisi Wiwitan atas Hasil Panen Melimpah dalan Masyarakat Jawa
Masyarakat yang berpartisipasi dalam kegiatan ini juga menumbuhkan rasa syukur, sikap cinta damai, dan kepedulian terhadap sesama.
Tradisi ini turut memberikan pelajaran penting tentang pentingnya menjaga lingkungan, saling berbagi, dan bertanggung jawab atas tugas yang diemban.
Menjaga Kelestarian Nyadran untuk Generasi Mendatang
Dalam upaya menjaga kelestarian Nyadran, peran anak muda semakin dilibatkan. Masyarakat juga mulai mengenalkan tradisi ini kepada anak-anak sejak dini, sehingga nilai-nilai luhur Nyadran terus diwariskan.
Dengan demikian, tradisi ini tetap hidup dan menjadi bagian dari identitas budaya yang memperkaya keragaman Indonesia.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Jurnal Nasional