Sabtu, 04 MEI 2024 • 08:35 WIB

Magis Banyu Panguripan: Menguak Keajaiban Ritual Agung Banyu Panguripan bagi Masyarakat Gunung Slamet

Author

Gunung Slamet.

INDOZONE.ID - Keanekaragaman budaya di Indonesia tercermin dalam beragam tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi. Salah satu contohnya adalah tradisi Ritual Agung Banyu Panguripan di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah.

Ritual Agung Banyu Panguripan merupakan tradisi yang menjadi upaya masyarakat dalam mengatasi krisis air di lereng Gunung Slamet. Tradisi ini bukan hanya sekadar bentuk doa bersama, tetapi juga mengandung makna-makna khusus yang menjadi simbol perjuangan untuk menjaga ketersediaan air bagi kehidupan sehari-hari.

Baca Juga: Fakta Unik Upacara Odalan yang akan Dijalani Penyanyi Mahalini

Sejarah Ritual Agung Banyu Panguripan

Ritual Agung Banyu Panguripan memiliki sejarah yang kaya dan menjadi bagian penting dari budaya masyarakat lereng Gunung Slamet. Ritual ini melibatkan pengambilan air dari tujuh sumber mata air di Gunung Slamet yang kemudian disatukan dalam sebuah wadah yang disebut Banyu Panguripan.

Dalam prosesi ini, Banyu Panguripan diarak oleh 12 Putri Banyu Panguripan dan diikuti oleh ribuan warga Kecamatan Pulosari yang mengenakan pakaian tradisional Jawa dan membawa hasil bumi yang dirangkai menjadi gunungan.

Masyarakat di beberapa desa di Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang, sering mengalami kesulitan akibat kekeringan pada musim kemarau. Desa-desa seperti Jurangmangu, Gunungsari, Pangenteran, Penakir, Batusari, Clekatakan, Siremeng, Cikendung, dan Pulosari sangat terpengaruh oleh situasi tersebut.

Ritual Agung Banyu Panguripan, yang telah dilaksanakan secara turun-temurun, dipercayai sebagai sarana ketika mereka menghadapi bencana kekeringan atau kekurangan air setiap tahun.

Ritual ini awalnya dimulai sebagai respon terhadap kekeringan dengan tata cara yang berbeda di berbagai desa, namun atas inisiatif Kecamatan Pulosari, berkembang menjadi Festival Wayang Gunung (FWG), sebuah acara tahunan yang melibatkan seluruh masyarakat Kecamatan Pulosari.

Meskipun tata cara dan rangkaian acara telah dimodifikasi untuk menarik partisipasi masyarakat luar, inti dari acara tersebut tetap merupakan Ritual Agung Banyu Panguripan.

Hingga kini, ritual ini telah menjadi tradisi tahunan bagi masyarakat Lereng Gunung Slamet di Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang, sebagai bentuk kearifan lokal budaya leluhur.

Baca Juga: Fakta Pernikahan Terlarang di Hindia Belanda: Wanita Pribumi Bisa Kehilangan Haknya Bahkan Disebut Tidak Bermoral

Prosesi Pelaksanaan Ritual Agung Banyu Panguripan

Prosesi pelaksanaan Ritual Agung Banyu Panguripan adalah bagian penting dari budaya masyarakat lereng Gunung Slamet di Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Ritual ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan mereka sejak zaman dahulu dan dilestarikan dengan cermat hingga kini.

Prosesi pelaksanaan ritual ini terbagi menjadi dua tahapan utama, yakni tahapan persiapan dan pelaksanaan.

Dalam tahapan persiapan, masyarakat bekerja sama untuk memenuhi perlengkapan yang dibutuhkan. Ini termasuk persiapan bambu wulung untuk wadah pengambilan air dari tujuh sumber mata air, daun pakis untuk melindungi api, gentong untuk mencampur air menjadi satu, nasi berbungkus daun nyangkah sebagai bungkusan nasi, dan gunungan sebagai sesaji. Seluruh perlengkapan ini memiliki nilai simbolis yang dalam dalam rangka menyatukan masyarakat dalam doa bersama.

Sementara dalam pelaksanaannya, terdapat lima tahapan yang harus dijalani selama dua hari dan melibatkan seluruh masyarakat Kecamatan Pulosari.

Tahapan pertama, Pamundutan Banyu Tuk Pitu. Tahap ini merupakan tahap awal yang sakral dengan pengambilan air dari tujuh sumber mata air oleh tujuh pendekar. Proses ini dipimpin oleh Juru Kunci Gunung Slamet dan dilakukan dengan penuh kehati-hatian serta menjaga etika sebagai bentuk perlindungan dari Tuhan.

Tahap kedua, Ruwat Banyu Panguripan. Tahap ini melibatkan penyatuan air yang telah diambil dari tujuh sumber mata air menjadi satu tempat yang disebut Banyu Panguripan. Prosesi ini dilakukan dengan hati-hati dan diiringi oleh doa bersama untuk kelancaran dan keselamatan masyarakat.

Tahap ketiga, Kirab Agung Banyu Panguripan. Tahap ini adalah pawai ke Lapangan Pulosari yang diikuti oleh 12 Putri Banyu Panguripan, 12 Kepala Desa, dan ribuan warga dengan membawa gunungan hasil bumi.

Tahap keempat, Pinasrahan Banyu Panguripan, yakni tahapan penyerahan air kepada 12 kepala desa untuk dibawa kembali ke desa masing-masing sebagai simbol kearifan lokal dan rasa syukur.

Tahap terakhir, Manunggaling Banyu Panguripan, menandakan kembalinya air ke sumbernya di setiap desa sebagai simbol keprihatinan dan rasa syukur. Seluruh masyarakat berkumpul untuk menyatukan kembali air ke sumbernya sebagai penutup dari Ritual Agung Banyu Panguripan.

Baca Juga: Sejarah dan Makna Hari Kebebasan Pers Sedunia 3 Mei

Makna Ritual Agung Banyu Panguripan

Makna Ritual Agung Banyu Panguripan tercermin dalam respon masyarakat terhadap musibah kemarau di Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang.

Ritual ini menjadi wujud kepedulian dan tindakan untuk merawat lingkungan serta menghadirkan keyakinan akan kedatangan air untuk mencegah krisis berkepanjangan akibat musim kemarau. Sebagai warisan turun-temurun, ritual ini mengandung makna yang dalam, seperti:

1. Proses pengambilan air dari tujuh mata air dengan bambu wulung dan lodong tidak hanya dipandang secara fisik, tetapi juga memiliki makna mistis dan etika yang kuat. Ini mencerminkan harapan agar tindakan nyata yang bijaksana dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Selanjutnya, ruwat banyu panguripan mengandung makna Islami yang mendalam. Melalui prosesi ini, masyarakat belajar tentang keutamaan dan keluhuran hidup, serta merawat kehidupan sebagai bagian dari ajaran Islam. Proses ini menjadi sarana untuk memahami ajaran Al-Quran secara praktis dalam kehidupan sehari-hari.

3. Kirab banyu panguripan adalah upaya masyarakat untuk menghargai nikmat Tuhan dan menguatkan iman sebagai landasan etis dan motivasi perilaku. Melalui proses ini, masyarakat belajar untuk bersyukur atas nikmat yang diberikan serta berupaya merenungi diri dalam kaitannya dengan Tuhan.

4. Pinasrahan banyu panguripan menunjukkan bahwa berserah diri kepada Tuhan adalah langkah terbaik dalam menjalani kehidupan. Ini merupakan tindakan simbolis untuk menyerahkan segala hal kepada-Nya.

5. Terakhir, manunggaling banyu panguripan menegaskan kesatuan antara manusia, Tuhan, dan alam semesta. Proses ini menunjukkan bahwa segala sesuatu ada dalam kesatuan yang utuh, baik secara fisik maupun spiritual.

Dengan demikian, Ritual Agung Banyu Panguripan bukan hanya sekadar serangkaian tindakan, tetapi juga merupakan sarana untuk memahami ajaran agama, menghargai nikmat Tuhan, dan merawat lingkungan hidup.


Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone.Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.

Banner Z Creators.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Jurnal UIN WALISONGO