INDOZONE.ID - Ada sejumlah suku bangsa di dunia ini yang menganut budaya matrilineal, di mana garis keturunan berasal dari pihak ibu.
Adapun salah satu suku bangsa yang masih mengamalkan budaya matrilineal, yakni Yahudi.
Seperti dilansir MyJewishLearning, seseorang bisa dikatakan sebagai orang Yahudi jika berasal dari ibu Yahudi. Apabila lahir dari ibu bukan Yahudi, sementara ayah Yahudi, maka anak tersebut tidak bisa dikatakan sebagai orang Yahudi.
Baca Juga: Mengenal Hari Arwah Sedunia pada 2 November, Sejarah hingga Cara Merayakannya
Secara tradisional, prinsip matrilineal pada budaya Yahudi tersebut masih dipegang kuat di kalangan orang-orang Yahudi konservatif.
Namun bagi kalangan Yahudi non konservatif, setiap anak yang dibesarkan dengan budaya Yahudi, meski hanya salah satu orang tua Yahudi, maka anak tersebut tetap dianggap bagian dari suku Yahudi, sekali pun anak tersebut tidak lagi menganut agama Yudaisme.
Berasal dari hukum Romawi
Profesor Sastra dan Filsafat Ibrani di Universitas Harvard, Shaye D. Cohen mengatakan bahwa pada awalnya suku bangsa Yahudi terlihat menganut budaya patrilineal, garis keturunan berasal dari ayah.
Hal ini bisa dilihat dalam sejarah ketika Yusuf menikahi seorang perempuan bukan Yahudi, lahirlah kedua anaknya yang dianggap bagian dari Yahudi. Hal yang sama terjadi juga pada Musa dan Raja Salomo (Sulaiman).
Cohen memiliki dua teori bagaimana konsep matrilineal dalam Yahudi terus berkembang. Salah satunya berdasarkan hukum lisan (Tannaim) para rabi, yang dipengaruhi oleh sistem hukum Romawi kala itu.
Dari dua sumber yang berasal dari akhir abad kedua Masehi dan awal abad ketiga Masehi, dalam perkawinan antara dua orang Romawi, seorang anak akan menerima status dari ayahnya.
Baca Juga: Fakta Jack O'Lantern dan Simbol Labu saat Helloween, Sosok Mistis yang Mencoba Menipu Iblis
Namun apabila perkawinan campur antara seorang Romawi dan non Romawi, maka anak yang dilahirkan akan menerima status dari ibunya.
Teori lainnya dari Cohen menyebutkan bahwa Tannaim telah mengembangkan budaya matrilineal dari kesimpulan tentang perkawinan campur dalam dunia hewan.
Hukum Taurat melarang perkembangbiakan binatang yang berbeda jenisnya. Pendapat lain dalam Mishnah, yang menyatakan bahwa bagal yang ibunya adalah seekor kuda dan yang ayahnya adalah seekor keledai, boleh dikawinkan dengan kuda lain.
Hal ini berarti bahwa “horse-hood” diturunkan melalui ibu, apapun spesies ayahnya.
Baca Juga: Tsar Bomba: Bom Nuklir Buatan Uni Soviet, dengan Ledakan Terbesar dalam Sejarah Manusia
Ditentang golongan Yahudi lain
Budaya matrilineal dalam suku Yahudi mendapat pertentangan dari golongan Yahudi lainnya, seperti dari kalangan Yahudi yang menganut ajaran Yudaisme Karaite, serta gerakan reformasi Yahudi.
Menurut Yudaisme Karaite, seorang anak dapat dikatakan Yahudi jika lahir dari ayah Yahudi. Sebab semua keturunan Yahudi dalam Taurat mengikuti garis keturunan laki-laki.
Menurut reformasi Yudaisme pada 1983, membuka peluang bagi siapa pun untuk menganut Yudaisme asalkan salah satu orang tuanya Yahudi dan dibesarkan dengan budaya Yahudi.
Baca Juga: Tuan Rondahaim Saragih, Tokoh Asal Simalungun yang Tengah Diperjuangkan agar Jadi Pahlawan Nasional
Gerakan reformasi Yahudi ini dilakukan untuk mengubah aturan yang mewajibkan seseorang melakukan konversi agama ke Yudaisme secara formal, karena lahir bukan dari ibu Yahudi.
Dengan adanya reformasi Yahudi, maka seseorang yang lahir bukan dari ibu Yahudi dan ayah Yahudi, jika ingin menganut Yudaisme, maka tidak perlu melakukan konversi agama secara formal.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Berbagai Sumber