Rabu, 22 MEI 2024 • 15:27 WIB

Inilah Akibatnya Kalau Melanggar Adat Istiadat Suku Dayak, Apes Karena Daging Buaya

Author

Ilustrasi foto buaya. (Freepik)

INDOZONE.ID - Melanggar adat istiadat suku Dayak bukan hanya sekadar melanggar norma, tetapi juga bisa mendatangkan konsekuensi yang mengerikan dan membuat bulu kuduk merinding.

Seperti dituturkan akun Tiktok Pesona.borneo, ada seorang pria bernama Bambang yang baru saja tiba dan merantau ke Kalimantan. Konon, Bambang diduga belum memahami sepenuhnya adat istiadat dan kepercayaan di desa Dayak Kenya.

Selama sebulan tinggal di desa Kalimantan Utara, dia dan teman-temannya kebetulan menyukai makanan ekstrem seperti daging buaya, yang sudah biasa mereka konsumsi di kota, misalnya sate buaya.

Suatu hari, saat merantau ke desa, mereka ingin sekali makan daging buaya. Ketika sedang berwisata di salah satu sungai, mereka melihat seekor anak buaya berjemur di tepi sungai.

Baca Juga: Pabrik Gula De Tjolomadoe, Konon Banyak Pekerja Ditumbalkan untuk Keberuntungan dan Meninggal Secara Tragis

Mereka tampak gembira dan berkata, "Wah, ada makanan nih," kata Bambang. Bambang kemudian berpikir untuk menangkap dan memotong anak buaya tersebut, khawatir jika tidak diambil, buaya itu bisa menjadi gangguan.

Ilustrasi Tiktok Akibat Melanggar Adat Istiadat Suku Dayak (TikTok/pesona.borneo)

Bambang kemudian mencari alat pukul atau benda tajam untuk menangkap buaya itu. Mereka memegang kaki dan tangan anak buaya tersebut, lalu membawanya ke daratan tanpa sepengetahuan warga desa.

Mereka membawa buaya tersebut jauh dari desa, kebetulan mereka tinggal di asrama milik perusahaan.

Anak buaya itu dikurung selama kurang lebih 24 jam di dalam gudang sebelum mereka memutuskan untuk memotongnya.

Baca Juga: Seraung, Topi Tradisional Mirip Caping Khas Suku Dayak Kalimantan yang Jadi Simbol Kebanggaan dan Persatuan

Namn yang terjadi setelah itu, Bambang tiba-tiba bertingkah seperti orang kerasukan. Bahkan dia bertingkah seperti seekor buaya.

Teman-teman yang melihat Bambang seperti itu panik, mereka pun pergi ke desa dan memanggil seorang ibu dari warga desa. Mereka menceritakan semua kejadian kerasukan Bambang.

Saat dibawa kehadapan Ibu, Bambang kembali bertingkah seperti buaya, membuka baju, dan berbicara dalam bahasa Dayak Kenya. Ternyata Bambang kerasukan induk buaya yang anaknya dikurung dan akan dimakan.

Setelah itu, sang ibu berkata kalau mereka harus siap menerima akibatnya. Salah satunya akan kehilangan teman mereka.

Legenda buaya desa Dayak Kenya

Desa Dayak Kenya, Kalimantan Utara, diduga mempercayai buaya sebagai leluhurnya.

Baca Juga: Mitos dan Legenda Bendungan Walahar Karawang, Arwah Pekerja Paksa Masih Gentayangan

Pernah ada sejarah pada zaman dahulu, nenek moyang di kampung lama, sering mencari ikan menggunakan jaring. 

Pada waktu itu, ada seorang kakek yang sedang memasang jaring di sungai. Secara kebetulan, anak buaya terjebak di jaring tersebut.

"Kakek itu mengangkat jaringnya dan melihat anak buaya sedang berusaha melarikan diri," ujarnya.

Kemudian, kakek tersebut dengan hati-hati melepaskan anak buaya dari jaring di darat. "Dia melepaskan anak buaya itu dengan perlahan," tambahnya.

Menggunakan bahasa Kenya, kakek itu berkata, "Cu, bagaimana kamu bisa terjebak di jaring kakek? Jaring ini dipasang untuk menangkap ikan," ucapnya.

Setelah berbicara dengan anak buaya, tiba-tiba muncul gelembung besar dari sungai, membuat kakek ketakutan.

Ilustrasi buaya. (Freepik)

Dari gelembung besar itu, muncul dua ekor buaya besar.

Kakek merasa takut kalau buaya besar tersebut salah paham dan mengira dia ingin mengambil anak buaya itu.

Tak lama kemudian, buaya besar semakin mendekati tepi sungai, dan kakek mendekati mereka tanpa ragu, "Saya tidak berniat jahat, saya hanya ingin menolong anakmu," katanya.

Kakek menjelaskan kepada induk buaya bahwa dia telah menyelamatkan anaknya yang terjebak di jaring dan kemudian melepaskannya.

"Saya tidak bermaksud mengambilnya," lanjutnya.

Kisah ini membuat induk buaya meneteskan air mata. Setelah beberapa waktu, kakek mengembalikan anak buaya itu ke sungai untuk bertemu ibunya.

Sebelum pergi, induk buaya menyiram kakek dengan ekornya hingga basah kuyup, sebagai tanda perjanjian antara mereka.

Siraman itu berarti, "Bagianmu adalah bagian saya, dan bagian saya adalah bagianmu. Jika ada keluargamu di sungai, saya tidak akan mengganggu, begitu pula sebaliknya," katanya.

Inilah perjanjian yang hingga kini diyakini oleh penduduk desa, bahwa buaya adalah saudara mereka dan memiliki ikatan kuat dengan suku Dayak Kenya.

Oleh karena itu, ada larangan di desa tersebut, "Sangat dilarang untuk memakan daging buaya. Kemana pun kita pergi, tidak boleh mencicipi daging buaya, karena kita sudah seperti saudara," tambahnya.

 

Penulis: Nadya Mayangsari

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: TikTok/@pesona.borneo