Sabtu, 12 APRIL 2025 • 14:02 WIB

Palembang dalam Catatan Barat abad 19: Seindah Itu Sampai Disebut 'Venesia dari Timur'

Author

Ilustrasi Palembang.

INDOZONE.ID - Setelah ditaklukkan Belanda, kehidupan masyarakat Palembang berubah drastis. Pemerintah kolonial mulai menata kota, termasuk pembentukan kampung dengan nama khas seperti "1 ilir" dan "1 ulu".

Struktur sosial makin kompleks. Ada kaum priayi (pangeran, raden, mas agus) hingga rakyat jelata yang mencakup miji, senan, dan budak. Tidak hanya bumiputra, etnis Tionghoa dan Arab juga jadi bagian dari wajah kota.

Pada 1830-an, jumlah penduduk Palembang sekitar 30 ribu jiwa. Para pedagang asing ramai berdatangan karena pelabuhannya semakin ramai dan strategis sehingga menjadi pusat ekspor impor barang, termasuk timah dan lada.

Bahkan dalam hal profesi sangat lengkap. Dari pengrajin emas, penenun songket, tukang perahu, sampai nelayan. Sungai jadi pusat kehidupan, bahkan rumah-rumah dibangun di atas rakit.

Baca Juga: Pertama di Dunia, Bayi Laki-laki di Mexico Lahir dari Proses Bayi Tabung Lewat Bantuan AI

Yang menarik, seorang petualang Amerika, Walter Murray Gibson, sempat ditangkap di Palembang, tapi justru jatuh cinta pada masyarakatnya. Ia bersimpati pada rakyat lokal dan mengecam kolonial Belanda.

Bahkan, ia sempat menghadiri pesta nikah Tionghoa di atas rakit dan terkejut karena mereka makan daging anjing dan sarang burung walet.

Lalu apa alasan Palembang dijuluki "Venesia dari Timur"? Jadi, bentang alam Palembang yang dipenuhi sungai dan rumah-rumah rakit bikin kota ini terlihat seperti "Kota Dua Puluh Pulau".

Sungai Musi yang jadi nadi kota, ditambah sembilan sungai besar lain seperti Ogan, Komering, dan Lematang, membuat semua aktivitas berpusat di atas air.

Baca Juga: 5 Tradisi Pemakaman Unik di Berbagai Negara, Diwarnai Tarian hingga Menyenangkan Mendiang!

Gaya hidup masyarakat pun sangat bergantung pada sungai—disebut sebagai "budaya dayung" alias riverine culture.

Uniknya, bukan cuma warga lokal, orang-orang Eropa juga betah tinggal di rakit karena udara yang sejuk dan pemandangan yang indah.

“Pemandangan dari rakit sungguh luar biasa,” tulis pejabat Belanda van Alkemade.

Selain itu, kondisi geografis yang strategis bikin Palembang jadi pusat perdagangan dan pertanian. Tanahnya sangat subur, mulai dari lada, kopi, cengkeh, hingga tanaman obat tumbuh subur di sini. Itu sebabnya Belanda makin tergiur.

Dengan demikian, kekaguman atau romantisme ini membuat Palembang mendapat julukan “Venesia dari Timur” sebagai representasi atas kehidupan masyarakat dan bentang alamnya.

Meski pada akhirnya julukan tersebut runtuh akibat industrialisasi dan pengeboran minyak bumi yang masif oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Jurnal Penelitian Sejarah Dan Budaya