INDOZONE.ID - Si Pitung, sosok yang melegenda di tanah Betawi, menjadi tokoh kontroversial dalam sejarah Indonesia. Bagi masyarakat pribumi, ia adalah pahlawan yang membela kaum tertindas.
Namun, bagi pemerintah kolonial Belanda, ia hanyalah seorang penjahat yang meresahkan. Kisahnya yang penuh intrik dan keberanian masih diceritakan hingga kini, baik dalam bentuk cerita rakyat maupun pertunjukan Lenong Betawi.
Baca Juga: Ajian Serat Jiwa: Ilmu Mistis dengan Kekuatan Energi Alam
Awal Kehidupan dan Asal-usul Nama
Si Pitung lahir pada tahun 1866 di Kampung Pengumben, Rawabelong, dekat Stasiun Palmerah. Ia memiliki nama asli Salihoen dan merupakan putra dari pasangan Bang Piung dan Mbak Pinah.
Julukan "Si Pitung" diyakini berasal dari istilah Jawa "pituan pitulung", yang berarti "tujuh sekawan tolong-menolong".
Sejak kecil, ia belajar mengaji dan pencak silat di pesantren Hadji Naipin, yang membentuknya menjadi sosok tangguh dan cerdas dalam menghadapi keadaan.
Pitung: Pahlawan atau Penjahat?
Terdapat tiga versi berbeda mengenai kisah Si Pitung: versi Indonesia, Belanda, dan Tionghoa.
Dalam perspektif masyarakat Betawi, Si Pitung adalah sosok pejuang keadilan yang merampok orang kaya dan membagikan hasilnya kepada rakyat miskin.
Namun, dalam catatan pemerintah kolonial Belanda, ia disebut sebagai penjahat yang kerap mencuri dan menimbulkan keresahan.
Versi lain menyebutkan bahwa awal mula keterlibatan Si Pitung dalam dunia kejahatan terjadi ketika ia kehilangan hasil penjualan kambingnya akibat dicuri oleh para centeng tuan tanah.
Demi mendapatkan kembali uangnya, ia akhirnya terlibat dengan kelompok pencuri dan menjadi pemimpin mereka. Ia pun dikenal lihai dalam menyamar dan bahkan menggunakan strategi cerdas untuk menipu pejabat Belanda.
Baca Juga: Misteri Inti Bumi: Benarkah Bisa Berhenti Berputar dan Berubah Arah?
Akhir Perjalanan Si Pitung
Keberhasilan Si Pitung dalam melawan ketidakadilan membuatnya menjadi buronan utama pemerintah kolonial. Van Hinne, seorang perwira polisi Belanda, ditugaskan untuk menangkapnya.
Namun, kesaktian Si Pitung yang didapat dari jimatnya membuatnya sulit ditaklukkan. Akhirnya, rahasianya terbongkar setelah gurunya, Haji Naipin, dipaksa mengungkap kelemahannya.
Dalam sebuah penyergapan di Kampung Bambu pada tahun 1893, Si Pitung akhirnya tertangkap dan tewas tertembak oleh polisi kolonial.
Meski demikian, kisahnya tetap hidup di hati masyarakat Betawi, yang mengenangnya sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan.
Si Pitung tidak hanya menjadi legenda, tetapi juga representasi dari perlawanan rakyat kecil terhadap penindasan.
Sosoknya tetap dikenang sebagai "Robin Hood Betawi", yang melawan penguasa demi membela kaum lemah.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Jakarta.go.id