Sejarah, Struktur, dan Fungsi Hangeul dalam Bahasa Korea, jadi Budaya Masyarakat Cia-cia di Sulawesi
INDOZONE.ID - Aksara Hangeul berasal dari keputusan yang dibuat oleh Raja Sejong yang Agung (lebih dikenal sebagai Sejong Daewang), yang memerintah Korea selama Dinasti Joseon pada abad ke-15 (1397-1450).
Pada masa pemerintahan Raja Sejong yang Agung, bahasa Korea ditulis menggunakan aksara China yang disebut Hanja.
Namun, Raja Sejong ingin menciptakan sistem penulisan yang lebih mudah dipahami rakyatnya.
Pada tahun 1443, Raja Sejong yang Agung memerintahkan pembuatan alfabet baru untuk menggantikan Hanja. Maka lahirlah Hangeul.
Sejarah Hangeul
Hangeul aslinya disebut "Hunminjeongeum," yang berarti "bunyi yang benar atau tepat untuk mengajarkan masyarakat umum."
Hangeul dikembangkan untuk merepresentasikan bunyi bahasa Korea lebih akurat, daripada aksara China.
Hunminjeongeum pertama kali diperkenalkan pada 3 Januari 1444.
Baca Juga: Dijajah Tanpa Warisan Bahasa: Alasan Orang Indonesia Tidak Bisa Bahasa Belanda
Penemuan Hangeul di Korea dikatakan terjadi pada tanggal 9 Oktober 1446.
Sistem penulisan ini merupakan hal yang revolusioner dalam dunia penulisan, karena memungkinkan rata-rata orang Korea untuk membaca dan menulis jauh lebih cepat daripada mempelajari aksara China yang rumit.
Struktur Hangeul
Hangeul berbeda dari banyak alfabet lainnya karena tidak didasarkan pada gambar atau simbol, tetapi pada struktur saluran suara manusia saat mengucapkan bunyi.
Fitur menarik dari Hangeul adalah struktur suku kata.
Hangeul terdiri dari blok suku kata, yang masing-masing terdiri dari konsonan awal, vokal, dan konsonan akhir.
Misalnya, kata "안녕" (Annyeong) terdiri dari konsonan pertama "ㅇ" dan vokal "ㅏ", dan kedua.
Hangeul adalah alfabet fonetik yang mencerminkan bunyi bahasa Korea.
Setiap huruf mewakili bunyi tertentu, sehingga lebih mudah diucapkan.
Baris ketiga alfabet Hangeul terdiri dari 24 huruf kapital, termasuk 14 konsonan (자음, jaeum) dan 10 vokal (모음, moeum).
Hangeul di Cia-cia Sulawesi Tenggara
Di kota Baubau di Sulawesi Tenggara, masyarakat Cia-cia telah mengadopsi aksara Hangeul Korea untuk menulis bahasa mereka.
Baca Juga: Apa Itu 6 Hans? Warisan Kekayaan Budaya Korea yang Kerap Terlihat dalam Pop Culture
Keputusan ini diambil pada bulan Agustus 2009 oleh Walikota Baubau Dr. MZ. Amirul Tamim, sebagai upaya untuk melestarikan bahasa cia cia , yang sebelumnya tidak memiliki sistem penulisan resmi.
Latar Belakang Hangeul dalam Cia-cia
Sebelum diperkenalkannya Hangeul, Cia-cia adalah bahasa lisan yang digunakan setiap hari oleh sekitar 93.000 penutur.
Tanpa sistem penulisannya sendiri, bahasa tersebut terancam punah.
Penggunaan Hangeul memberikan solusi untuk mendokumentasikan dan mengajarkan bahasa Cia-cia kepada generasi muda, sambil membangun kebanggaan masyarakat terhadap warisan budaya mereka.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Telkomuniversity.ac.id