Rabu, 08 JANUARI 2025 • 18:10 WIB

Kilas Balik Peristiwa The Brothers’ Home di Korsel: Diduga Inspirasi Serial Squid Game

Author

Cuplikan foto pusat The Brothers' Home

INDOZONE.ID - The Brothers’ Home merupakan tempat kesejahteraan atau penempatan para gelandangan di Busan, Korea Selatan (Korsel). Tempat ini diduga menjadi inspirasi salah satu seri Netflix terkenal, yakni Squid Game.

Namun, tempat tersebut merupakan pusat penahanan brutal yang menahan ribuan orang di luar keinginan mereka.

Peristiwa ini dianggap sebagai salah satu pelanggaran Hak Asasi Manusia terbesar di Korea Selatan.

Baca Juga: Mengenal Tradisi Tingkeban, Syukuran 7 Bulanan untuk Ibu Hamil

Banyak korban yang mendapatkan kekerasan dan pemerkosaan. Parahnya, banyak juga korban yang meninggal dalam kondisi tidak manusiawi.

The Brothers’ Home terletak di kawasan pemukiman dekat dengan pelabuhan Kota Busan.

Tempat ini dikelola oleh Park In-geun, seorang pensiunan militer yang mendapatkan subsidi dari pemerintah Korea Selatan.

Alasan utama dibangun tempat penampungan ini adalah untuk melakukan “pembersihan sosial” dari para “gelandangan” pada 1970-an hingga 1980-an.

Banyak orang yang ditangkap secara paksa ke tempat ini. Rata-rata para penghuni merupakan gelandangan, penyandang disabilitas, beberapa anak yatim piatu sampe warga biasa yang tidak menunjukan identitas pada ditanya oleh pihak berwenang.

Latar Belakang Dibangun Brothers’ Home

Usai Perang Dunia II dan Korean War, banyak orang datang ke Korea Selatan. Para pendatang ini membuat populasi menjadi membengkak.

Hingga pada 1980-an, saat Korea Selatan akan menyelenggarakan Asian Game 1986 dan Olimpiade Seoul 1988, pemerintah ingin mengubah citra negara.

Kelompok elite pun merasa, bahwa pemerintah harus bertindak akan permasalahan populasi ini. Oleh sebab itu, mereka mengusulkan “pembersihan sosial”.

Pemerintah menganggap masyarakat gelandangan sebagai simbol kemiskinan dan kekacauan kota.

Pada April 1981, sebuah surat tiba di kantor Perdana Menteri Korsel Nam Duck-woo yang dituliskan oleh Presiden Chun Doo-hwan.

Ia meminta Perdana Menteri Nam Duck-woo, untuk menindak tegas para pengemis dan memberi perlindungan terhadap para gelandangan.

Oleh sebab itu, banyak pusat dan fasilitas mulai dibangun untuk menampung mereka. Banyak bus juga berkeliling dengan tulisan “Kendaraan Pengangkut Gelandangan” di kota-kota besar.

Sayangnya, kebanyakan dari penangkapan ini dilakukan secara ilegal dan secara paksa.

Rata-rata para gelandangan atau tahanan dipaksa untuk bekerja paksa di bidang konstruksi, peternakan, atau pabrik.

Fasilitas The Brothers’ Home

Bentuk Gedung The Brothers' Home di kawasan Busan, Korea Selatan

Awalnya, The Brothers’ Home dibangun dengan fasilitas standar yang memadai. Mulai dari pemanas, ventilasi, kedap lembab dan akses cahaya alami.

Pemerintah memberikan subsidi kepada Park In-geun berdasarkan jumlah orang yang mereka “asuh”.

Namun, akibat kepadatan The Brothers’ Home di 1970-1980, standar tersebut tidak dapat dipenuhi kembali. Tempat itu menampung hampi 3.000 orang walaupun kapasitas hanya 500.

Baca Juga: Daftar 5 Kecelakaan Pesawat Terparah Sepanjang Sejarah

Tempat ini juga dikelilingi oleh keamanan ketat dan para penjaga sehingga sulit untuk kabur.

Di atas kertas, Park In-geun menjanjikan makanan, pakaian, serta pendidikan layak untuk para pendatang, sebelum mereka dilepas kembali ke masyarakat satu tahun kemudian. Akan tetapi, kenyataannya tidak demikian.

Banyak korban yang terpaksa menetap di The Brothers’ Home selama bertahun-tahun. Makanan yang diberi juga makanan basi dan air kotor.

Kehidupan di The Brothers’ Home

Kehidupan di Fasilitas The Brothers' Home di kawasan Busan, Korea Selatan

Saat kelompok baru datang ke fasilitas tersebut, mereka akan dipaksa untuk belajar peraturan Brothers’ Home. Mereka juga dituntut untuk mengingkat ayat-ayat suci dan lagu-lagu pujian.

Apabila para pendatang baru gagal menghafal, mereka akan dihukum dan dipukul. Secara tidak langsung, mereka harus menerima nasib ini di The Brothers’ Home.

Kekerasan ini dipicu oleh sistem manajerial yang buruk. Tidak ada staf profesional yang mengurus para tahanan.

Demi menekan biaya tenaga kerja, Park In-guen mempercayai kontrol kepada beberapa individu atau gelandangan di sana.

Akan ada satu ‘Komandan’ yang bertugas di bawah direktur. Di bawah sang Komandan, akan ada beberapa kelompok atau peleton yang terdiri dari pemimpin, sekretaris jenderal, ketua tim, dan para gelandangan atau tahanan.

Apabila terjadi kesalahan dari salah satu orang, peleton tersebut akan mendapatkan hukuman yang berat, termasuk tidak diberi makan hingga kelaparan.

Para gelandangan menerima banyak luka fisik, tekanan psikologis hingga kematian. Terdapat 657 kematian di Brothers’ Home.

Rata-rata, mereka akan dikubur di kawasan tersebut, dijual ke beberapa rumah sakit untuk dibedah atau sebagian akan dikremasi dan dikubur.

Selain kekerasan, banyak perempuan yang mendapatkan pelecehan atau kekerasan seksual. Tidak hanya itu, kekerasan homoseksual juga sering terjadi.

Baca Juga: Kisah Penulis Cerita Detektif Sherlock Holmes Menyelidiki Kasus Sungguhan di Dunia Nyata

Pembubaran The Brothers’ Home dan Pengakuan Pemerintah

Banyak orang yang berhasil kabur dari The Brothers’ Home dan mulai menyebarkan informasi tentang pelanggaran HAM ini.

Seorang Jaksa Kim Yong-won berusaha membuat investigasi tentang korupsi, ketidakadilan, dan pelanggaran HAM dalam The Brothers’ Home, tetapi pemerintah berusaha untuk menutupi hal tersebut.

Ada beberapa percobaan untuk menuntut keadilan. Akan tetapi, kediktatoran militer Chun Doo-hwan memilih untuk mengecilkan arti kasus tersebut.

Park In-guen awalnya dikenakan 15 tahun penjara dan sanksi sebesar 600 juta KRW. Akan tetapi, akibat tekanan dari Chun Doo-hwan, Park In-guen hanya menerima dua tahun penjara.

The Brothers’ Home dijual pada 1995 seharga 22,7 miliar KRW. Tempat tersebut menjadi komplek apartemen sebagai gantinya.

Sayangnya, korban yang selamat dari tempat tersebut, tidak mendapatkan kompensasi atau dukungan apa pun dari pemerintah dan pihak lainnya.

Kasus Brothers’ Home tidak dikenal luas di Korea Selatan sampai 2012. Banyak upaya korban yang membangun organisasi dan kampanye, untuk membujuk para legislator meloloskan Undang-Undang tentang penggerakan klarifikasi fakta pelanggaran HAM dalam Brothers’ Home.

Namun, banyak upaya yang digagalkan dan diabaikan. Alhasil, pada 2018, terdapat begitu banyak laporan dan investigasi media, pemerintah pun memberikan pengakuan adanya pelanggaran HAM dalam fasilitas tersebut.

Pemerintah juga membentuk Komite Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk menyelidiki kasus Brothers’ Home lebih dalam.

Penulis: Gadis Kinamulan Esthiningtyas

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: YouTube, Asia-Pacific Journal: Japan Focus