Selasa, 16 AGUSTUS 2022 • 20:00 WIB

7 Tokoh Kemerdekaan yang Tewas Ditembak Mati, Ada yang Pilih Memberontak

Author

Tokoh kemerdekaan yang tewas ditembak mati (Istimewa)

Selepas Indonesia merdeka ternyata banyak tokoh kemerdekaan yang justru harus dihukum mati lantaran suatu kesalahan. Mereka dijerat pidana mati karena dinilai melakukan pelanggaran berat. 

Saat itu pidana mati merupakan salah satu jenis pidana yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan sudah berlaku pada era Soekarno.

Tokoh Kemerdekaan yang Ditembak Mati

Presiden Soekarno saat itu menghukum mati tokoh yang terlibat dalam tindakan mengancam kedaulatan negara. Adapun berikut tokoh-tokoh yang dieksekusi mati di masa kepemimpinan Soekarno berdasarkan penelusuran Indozone.

1.Kartosoewirjo

Kartosoewirjo (istimewa)

Kartosoewirjo merupakan teman baik Soekarno saat menjadi murid Tjokroaminoto. Dia juga pernah tinggal bersama Soekarno di rumah Tjokroaminoto.

Sayang Kartosoewirjo menjadi pimpinan Darul Islam atau Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang memproklamirkan Negara Islam Indonesia (NII) pada 7 Agustus 1949. Gerakan DI/TII itu muncul di Aceh, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Jawa Tengah.

Pemberontakan itu berlangsung cukup lama, yaitu dari tahun 1949 hingga 1962. Sehingga atas perbuatannya dia ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.

Kartosoewirjo dieksekusi di Kepulauan Seribu di Jakarta pada tanggal 5 September 1962. Air mata Soekarno berlinang ketika menandatangani perintah kematian terhadap Kartosoewirjo pada tahun 1962.

2. Amir Syarifuddin

Amir Syarifuddin (Istimewa)

Amir Syarifuddin merupakan mantan perdana menteri Indonesia dari tahun 1947 hingga 1948. Ketika Mohammad Hatta menjadi perdana menteri, Amir menjadi partai oposisi.

Dia adalah seorang pemimpin kiri dan bersekutu dengan Muso dalam mendeklarasikan Republik Indonesia sebagai republik Soviet pada tanggal 18 September 1948 di Madiun.

Mengetahui hal itu, Sukarno menjadi marah dan memaksa masyarakat untuk memilih: bergabung dengan Muso di PKI atau bergabung dengan Sukarno dan Hatta.

Dukungan rakyat jatuh pada Sukarno. Sehingga pemerintah menumpas pemberontakan tersebut melalui TNI.

Baca juga: 3 Daerah di Indonesia yang Tidak Pernah Dijajah, Nomor 2 Kedudukannya Sejajar Belanda

Adapun Amir Syarifuddin ditangkap TNI di hutan Purwodadi setelah Muso ditembak. Pada 19 Desember 1948, dia juga kemudian ditembak. Sebelum dieksekusi, Amir sempat menyanyikan lagu komunis dan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

3. Kahar Muzakkar

Kahar Muzakkar (Istimewa)

Kahar Muzakkar adalah orang di balik pemberontakan DI/TII di wilayah Sulawesi pada 1950-an. Padahal dia ikenal sebagai orang yang mendampingi Presiden Sukarno dalam konferensi besar yang diadakan di Ikada pada 19 September 1945.

Dia juga sempat bertugas di Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (APRI) dan sebelumnya diangkat menjadi Panglima Pasukan Cadangan Republik Indonesia Sulawesi.

Setelah itu dia bergabung ke DI/TII di bawah pimpinan Kartosoewirjo. Pemicunya adalah penolakan pemerintah  untuk memasukkan resimennya ke dalam APRI.

Lalu saat berselisih dengan Kartosoewirjo, Kahar berpisah dan mendirikan NKRI di Sulawesi Selatan. Pada tanggal 3 Februari 1965, Khar ditembak mati dalam operasi  yang dilakukan oleh TNI untuk menumpas pemberontakan.

4. Robert Wolter Monginsidi

Robert Wolter Monginsidi (Istimewa)

R. W. Mongin Sidi memainkan peran kunci dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, sekutu Netherlands Indian Civil Administration(NICA) kembali ke Indonesia dan melancarkan serangan.

Saat itulah Monginsidi bersama pemuda Makassar membentuk Tentara Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS) untuk melawan Belanda. Namun, pada tanggal 5 September 1949, dia ditangkap dan dieksekusi oleh regu tembak Belanda.

5. Tan Malaka

Tan Malaka (Istimewa)

Pada tanggal 21 Februari 1949, Tan Malaka dieksekusi di Sero Pangun, Kediri, Jawa Timur oleh pasukan dari Batalyon Sikatan Divisi Brawijaya. Perintah itu datang dari  Letda Soekotjo yang menurut sejarawan Harry Poeze, Suekocho ‘hanya orang yang kanan sekali yang berpikir bahwa Tan Malaka harus dihabisi.’

Akhir hayat Tan Malaka dimulai pada 16 September 1948, saat dia dibebaskan dari Penjara Magelang. Setelah dibebaskan dari penjara, dia berusaha untuk mengatur kembali pendukungnya dan  pada tanggal 7 November 1948 mulai mendirikan Partai Murba. 

Partai ini didasarkan pada prinsip "anti-fasisme, anti-imperialisme, anti-kapitalis". Namun, Tan enggan memimpin Partai Murba. "Dia tidak mau jadi presiden. Mungkin dia harap jadi Presiden RI dan selalu tidak senang dengan politik diplomasi,” kata sejarawan Harry A. Poeze dalam bukunya, Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia Jilid 4.

6. Kiai Amin

Kiai Amin (Istimewa)

Kiai Amin memiliki nama lengkap KH Muhammad Amin Musthofa, dia turun ke jalan jihad bersama saudaranya KH Ahmad Muhtadi Musthofa, dalam mengusir penjajah Belanda dari Kota Lamongan. 

Kiai Amin memiliki semangat heroik dan terlibat langsung dalam perang 10 November di Surabaya, bahkan berkat keberaniannya dia didapok sebagai pemimpin Laskar Hizbullah untuk wilayah pantura Lamongan, Tuban, dan Gresik.

Dalam peperangan di Surabaya itu kisah Kiai Amin cukup legendaris. Sebab dia dikabarkan tidak mati, meski dilempari bom. Namun beliau mengatakan, “Tidak mati karena bomnya meleset.”

Lalu takdir berkata lain, di usianya yang masih terbilang muda, yakni 39 tahun, Kiai Amin tertangkap bersama 6 orang anak buahnya dan ditembak mati usai mengumandangkan adzan, tepatnya tanggal 10 November 1945 dan dimakamkan di Desa Dagan, Kecamatan Solokuro.

7. Pierre Tandean

Pierre Tandean (Istimewa)

Pierre Tendean merupakan ajudan Jenderal Nasution.  Dia tewas saat peristiwa G-30S ketika sedang berjaga di rumah Jenderal Nasution. 

Namun, diduga penyerang menangkap kelompok yang salah, mengira dia adalah Nasution. Sehingga dia terbunuh di lubang buaya bersama dengan pahlawan revolusioner lainnya.

Artikel Menarik Lainnya:

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: