Sabtu, 26 APRIL 2025 • 12:30 WIB

Melihat Nilai Tersembunyi dalam Legenda Desa Sidoarjo, Warisan yang Menuntun Kehidupan

Author

Ilustrasi legenda Desa Sidoarjo.

INDOZONE.ID - Cerita kakek nenek soal desa-desa di Sidoarjo bukan sekadar pengantar tidur. Di balik kisah Roro Candi, Entalsewu, Tangkil, atau Sumput, ada pola pikir dan nilai hidup yang diwariskan turun-temurun.

Memang, bentuknya simbolik, kadang dibungkus mistis, kadang dramatis. Tapi kalau dilihat lebih dalam, semua itu adalah cara orang dulu menyampaikan hal-hal penting soal hidup yaitu tanggung jawab, kerja sama, keberanian, sampai cara bersikap pada alam.

Contohnya Roro Candi. Ceritanya tentang perempuan yang nyelamatin desa dari banjir.

Baca Juga: Kisah Mistis Rawa Pengantin: Legenda Siluman, Tragedi Pasangan Malang, hingga Pesugihan

Di permukaan, terdengar seperti legenda. Tapi sebenarnya itu ngajarin cara manusia menjaga harmoni dengan lingkungan.

Atau Entalsewu, yang muncul dari mimpi dan pohon ental. Mungkin terdengar aneh, tapi dibaliknya ada pesan soal perenungan dan membangun masa depan.

Kenapa cerita-cerita itu masih layak dipercaya? Karena nilainya gak pernah kadaluarsa.

Cerita lama itu seperti kode budaya. Kalau kita bisa baca dan pahami, kita bisa ngerti kenapa orang dulu hidup seperti itu, dan gimana kita seharusnya bersikap sekarang.

Baca Juga: Kisah Mistis Gunung Kemukus: Antara Legenda Pangeran Samudro dan Ritual Pesugihan

Gak percaya juga gak apa-apa, tapi kadang yang kita anggap remeh itu justru yang menyelamatkan kita dari kehilangan arah.

Bukan soal ceritanya bener apa nggak, tapi secara sejarah jika kita masih mau dengerin, ngerti, dan ambil pelajaran dari masa lalu mungkin kita akan tau sebab akibat dari cerita itu.

Soalnya, kadang yang bikin kita kehilangan arah bukan hal mistis, tapi karena kita sendiri lupa sama akar dan nilai-nilai yang dulu pernah dijaga.

 


Banner Z Creators.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Buku Ajar Psikologi Budaya