INDOZONE.ID – Suku Bugis merupakan salah satu suku terbesar di Sulawesi Selatan dengan tradisi dan budaya yang kaya.
Salah satu hal yang menarik dari Suku Bugis adalah konsep gender mereka yang berbeda dari umumnya.
Dalam kebanyakan masyarakat, gender biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu laki-laki dan perempuan.
Namun, dalam masyarakat adat Suku Bugis, terdapat lima gender yang memiliki peran dan makna tersendiri.
Pengertian Gender dalam Masyarakat Bugis
Gender merujuk pada perbedaan peran dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalam suatu masyarakat.
Pada umumnya, laki-laki dianggap memiliki sifat maskulin, sementara perempuan bersifat feminin.
Namun, dalam masyarakat Suku Bugis, terdapat lima kategori gender yang diakui dan masing-masing memiliki fungsi serta tanggung jawab berbeda dalam kehidupan sosial.
Lima Gender dalam Masyarakat Adat Suku Bugis
Orowane dan Makunrai
Dua gender pertama yang ada dalam masyarakat Bugis adalah Orowane dan Makunrai.
Orowane menggambarkan laki-laki dengan sifat maskulin, yang biasanya berperan sebagai kepala rumah tangga dan bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan keluarga.
Baca Juga: Mengenal To Manurung, Sosok yang Dipercaya Turun dari Langit dalam Budaya Bugis Makassar
Sementara itu, Makunrai adalah perempuan dengan sifat feminin, yang diambil dari kata unre (rok), yang melambangkan kehalusan dan kelembutan.
Calalai
Gender ketiga yang diakui dalam Suku Bugis adalah Calalai. Calalai adalah perempuan yang memiliki penampilan dan sifat maskulin, yang biasanya kita kenal dengan sebutan perempuan tomboy.
Meskipun secara biologis perempuan, mereka berperan aktif dalam dunia yang biasanya didominasi oleh laki-laki.
Calabai
Sebaliknya, Calabai adalah laki-laki dengan sifat dan penampilan feminin.
Jika seorang Calabai menikah dengan seorang Calalai, peran dalam rumah tangga mereka akan terbalik.
Dalam hubungan tersebut, Calalai akan menjadi pencari nafkah utama, sementara Calabai yang lebih feminin akan mengurus urusan rumah tangga.
Bissu
Gender kelima dalam masyarakat Bugis adalah Bissu. Sosok Bissu adalah campuran antara laki-laki dan perempuan, yang dianggap suci dan memiliki peran penting dalam kehidupan spiritual dan sosial masyarakat Bugis.
Seorang Bissu harus menjaga keseimbangan antara sifat maskulin dan feminin, tidak menonjolkan keduanya secara ekstrem.
Untuk menjadi Bissu, seseorang harus memiliki keterampilan khusus dan dianggap sebagai pemimpin spiritual yang dihormati.
Keanekaragaman Gender dalam Perspektif Suku Bugis
Konsep gender dalam masyarakat Suku Bugis menunjukkan betapa beragamnya peran yang ada dalam sebuah komunitas.
Keunikan ini menantang pandangan umum tentang apa yang dianggap "ideal" dalam masyarakat.
Misalnya, Bissu, yang merupakan perpaduan antara laki-laki dan perempuan, mungkin sulit diterima dalam masyarakat lain.
Baca Juga: Perjuangan 'Asa ga Kita' di Zaman Edo yang Melawan Stereotip Gender
Meski demikian, pada masyarakat Suku Bugis, peran ini dihormati sebagai bagian penting dari tradisi.
Kehadiran lima gender ini juga mencerminkan keragaman budaya Indonesia yang tidak hanya terbatas pada agama, tetapi juga pada pemahaman tentang peran dan identitas gender.
Meskipun kontroversial bagi sebagian orang, sistem gender di Suku Bugis menunjukkan bagaimana masyarakat dapat menerima perbedaan dan menganggapnya sebagai bagian dari keberagaman yang kaya.
Kontroversi dan Tantangan
Meskipun demikian, perbedaan ini tidak terlepas dari kontroversi, terutama terkait dengan pemahaman masyarakat umum tentang gender yang seringkali terbatas pada dua kategori.
Dalam masyarakat Suku Bugis, lima gender ini bukan hanya sekadar identitas, tetapi juga bagian penting dari struktur sosial yang mendalam.
Namun, seperti halnya perubahan zaman, perbedaan pandangan tentang gender ini tetap menjadi perdebatan di kalangan masyarakat yang lebih luas.
Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang keberagaman gender ini, kita dapat melihat bahwa keanekaragaman budaya Indonesia melampaui sekadar perbedaan agama dan suku.
Ini juga melibatkan pemahaman yang lebih luas tentang identitas gender yang fleksibel dan dinamis.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Jurnal Noken: Ilmu-Ilmu Sosial