INDOZONE.ID - Mayoritas penduduk di Jawa Barat merupakan suku Sunda, dengan karakteristik budaya yang mencakup religiusitas, kesenian, kebiasaan, dan kehidupan sosial yang khas.
Ketika Islam masuk ke wilayah Sunda, masyarakat Sunda yang sebelumnya mengikuti kepercayaan leluhur menerima Islam secara damai.
Akulturasi antara budaya Sunda dan Islam menciptakan kebudayaan baru yang unik, di mana nilai-nilai Islam berintegrasi tanpa menghilangkan ciri khas budaya Sunda.
Akulturasi ini menjadikan wilayah Sunda sebagai salah satu pusat komunitas Muslim di Jawa.
Baca Juga: Membongkar Misteri Suku Jawa dan Suku Sunda, Mana yang Lebih Tua?
Selain Islam, beberapa orang Sunda juga menganut agama lain, seperti Katolik, Kristen, Buddha, Hindu, dan kepercayaan lokal Sunda Wiwitan.
Keragaman agama ini memperkaya tradisi keagamaan suku Sunda, salah satunya adalah tradisi “munggahan” yang dilakukan oleh umat Muslim Sunda menjelang bulan Ramadhan.
Tradisi ini punya makna mendalam bagi orang Sunda, nggak cuma jadi ajang kumpul keluarga, tapi juga jadi momen refleksi dan pembersihan diri.
Munggahan biasanya dilakukan sehari atau dua hari sebelum puasa dimulai, dengan tujuan untuk menyambut bulan suci dengan hati yang bersih dan penuh kedamaian.
Di acara munggahan, biasanya anggota keluarga, sahabat, dan bahkan tetangga, berkumpul buat makan bersama.
Menu yang disajikan seringkali adalah hidangan khas Sunda, seperti nasi liwet, ikan bakar, lalapan, dan sambal yang jadi favorit semua orang.
Makan bareng ini bukan sekadar menikmati makanan. Momen ini adalah cara untuk menghangatkan hubungan kekeluargaan yang mungkin jarang terjadi di hari-hari biasa.
Selain makan bersama, munggahan juga jadi ajang buat saling memaafkan.
Dalam tradisi ini, semua orang biasanya saling meminta maaf atas kesalahan, baik yang disengaja maupun nggak disengaja.
Nggak cuma di lingkup keluarga, munggahan di beberapa daerah juga diadakan dalam skala lebih besar, seperti di desa atau kampung.
Warga desa berkumpul di balai desa atau lapangan buat makan bersama, biasanya diiringi dengan ceramah atau pengajian.
Ini nggak cuma mempererat hubungan antarwarga, tapi juga jadi cara buat memperdalam nilai-nilai keagamaan dan menyambut bulan puasa dengan penuh persiapan.
Baca Juga: Asal-Usul Ngabuburit, Budaya Masyarakat Sunda Menunggu Waktu Berbuka Puasa
Meskipun sekarang banyak perubahan dan modernisasi, tradisi munggahan tetap dipertahankan oleh masyarakat Sunda sebagai warisan budaya yang kaya makna.
Lewat munggahan, generasi muda diajarkan tentang pentingnya kebersamaan, kepedulian, dan saling menghargai antar sesama.
Tradisi ini juga mengingatkan semua orang bahwa bulan Ramadhan bukan sekadar menahan lapar dan haus, tapi juga tentang pembersihan hati dan niat yang tulus.
Oleh karena itu, unggahan bukan cuma jadi momen kumpul bersama. Munggahan juga menjadi ajang untuk introspeksi dan mempererat ikatan persaudaraan.
Dengan hati yang bersih dan hubungan yang hangat, masyarakat Sunda siap menjalani bulan Ramadhan dengan lebih penuh makna dan kesadaran.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Journal Gunung Djati