INDOZONE.ID - Di sebuah desa terpencil bernama Kumantan di Riau, yang berada di kaki gunung tua di wilayah Jawa Tengah, kehidupan sehari-hari berlangsung dengan tenang.
Dikelilingi oleh hutan lebat yang diyakini menyimpan banyak rahasia, penduduk desa menjalani hidup dengan sederhana seperti bertani dan melestarikan adat leluhur yang mereka hormati sepenuh hati.
Akan tetapi di balik kedamaian itu, beredar cerita-cerita pelan tentang malam-malam tertentu saat angin bertiup ganjil dan terdengar suara-suara asing dari balik pepohonan.
Baca Juga: Kisah Mistis Gunung Semeru: Jeritan Kesurupan yang Mencekam Hingga Bayangan Seram
Malam pada tanggal 28 Maret, yang kebetulan bertepatan dengan hari ini di tahun 2025, menjadi permulaan dari sesuatu yang tak pernah mereka duga sebelumnya.
Hal tersebut bermula ketika sekelompok remaja desa, yang meliputi lima orang, Bima, Sari, Rudi, Lina, dan Dika, memutuskan untuk mengadakan petualangan malam di hutan terlarang.
Hutan terlarang itu dikenal dengan nama "Alas Kematian" oleh warga setempat karena konon pernah menjadi tempat pembantaian massal pada masa penjajahan.
Walaupun hutan tersebut dilarang oleh para tetua, namun rasa penasaran sekaligus keberanian khas anak muda mendorong mereka untuk masuk ke hutan terlarang itu.
Mereka membawa senter, kamera ponsel, dan bekal seadanya, berjanji untuk kembali sebelum tengah malam.
Ketika melangkah masuk, udara terasa semakin dingin, walaupun malam itu seharusnya hangat. Pepohonan tua tegak berdiri, ranting-rantingnya seperti tangan-tangan kurus yang siap mencengkeram.
Baca Juga: Kutukan Gaun Pengantin Perawan Tua Anna Baker, Bisa Bikin Kesurupan hingga Bunuh Diri
Bima, yang paling berani, memimpin rombongan sambil bercanda, "Kalau ada hantu, kita ajak selfie!" Tawa mereka menggema, namun entah kenapa suara itu terdengar memantul lebih lama dari seharusnya.
Ketika berjalan sekitar satu jam, mereka akhirnya menemukan sebuah pohon beringin raksasa yang akarnya merambat ke segala arah.
Di bawah pohon itu, ada sebuah batu besar berbentuk aneh, seperti altar kuno. Di permukaannya, terukir simbol-simbol yang awam mereka kenali.
Sari, yang sedikit paham mengenai hal-hal mistis karena sering mendengar cerita dari neneknya, merasa kurang nyaman. "Kita balik aja, ini nggak beres," katanya dengan suara gemetar. Tetapi Rudi, yang selalu skeptis, justru malah tertawa dan mengetuk-ngetuk batu itu. "Ini cuma batu biasa, takut apa sih?"
Ketika Rudi mengetuk batu itu untuk ketiga kalinya, angin tiba-tiba bertiup kencang. Daun-daun bergoyang hebat, serta dari kejauhan terdengar suara seperti bisikan berlapis-lapis.
Lina, yang sedang merekam dengan ponselnya, tiba-tiba menjerit. Di layar ponselnya, ia melihat ada bayangan hitam melintas di belakang mereka, padahal tidak ada siapa-siapa di sana. Mereka sampai kepanikan dan segera berlari kembali ke desa, meninggalkan hutan dengan hati berdebar.
Keesokan harinya, kelima remaja itu tidak lagi muncul di rumah masing-masing seperti biasa. Orang tua mereka mulai khawatir dan mencari ke rumah tetangga.
Akhirnya, mereka ditemukan di sebuah gubuk tua di pinggir desa, duduk melingkar dengan tatapan kosong. Ketika ditanya, mereka enggan menjawab.
Baca Juga: Mitos Larangan Melangkahi Pohon Bambu yang Merunduk, Konon Seketika Bakal Kesurupan!
Mulut mereka hanya menggumamkan kata-kata aneh yang sulit dimengerti, seperti bahasa kuno yang sudah lama mati. Matanya terlihat aneh, pupil mereka melebar hingga hampir menutupi seluruh bola mata.
Warga desa dengan sigap memanggil Pak Karto, dukun setempat yang dikenal mampu mengusir roh jahat.
Pak Karto datang dengan peralatan ritualnya seperti kemenyan, air suci, dan sebilah keris tua. Dia mencoba berkomunikasi dengan kelima remaja itu, namun yang keluar dari mulut mereka bukanlah suara manusia.
Suara itu dalam, bergetar, dan terdengar seperti banyak orang berbicara sekaligus. "Kami sudah bebas... kalian akan tahu," kata suara itu, diikuti tawa mengerikan yang membuat bulu kuduk berdiri.
Pak Karto menegaskan bahwa mereka telah membangunkan sesuatu di hutan terlarang itu. Dia meminta warga untuk mengunci kelima remaja tersebut di sebuah ruangan terpisah sambil dia menyiapkan ritual besar untuk mengusir roh-roh itu.
Akan tetapi, malam itu, sebelum ritual dimulai, sesuatu yang lebih mengerikan terjadi.
Malam semakin larut, dan tiba-tiba terdengar jeritan dari rumah tempat kelima remaja itu dikurung. Saat warga berlari ke sana, mereka mendapati pintu ruangan terbuka lebar, dan kelima remaja itu hilang.
Anehnya, beberapa warga yang mendekati ruangan itu tiba-tiba jatuh pingsan, kemudian bangun dengan tatapan kosong yang sama seperti kelima remaja sebelumnya. Mereka mulai berjalan kaku, seperti boneka yang digerakkan tali, menuju pusat desa.
Setelah itu, desa tersebut dilanda kepanikan. Dalam hitungan jam, puluhan orang menunjukkan gejala yang sama, termasuk mata hitam pekat, gerakan tidak wajar, dan gumaman yang mengerikan.
Mereka berkumpul di lapangan desa, berdiri dalam formasi melingkar yang sempurna, seperti sedang melakukan ritual. Pak Karto, yang mencoba mendekat, tiba-tiba sempoyongan dan jatuh.
Saat dia bangun, matanya juga berubah hitam. Warga yang tersisa menyadari bahwa ini bukan lagi kesurupan biasa, ini merupakan kesurupan massal yang menyebar seperti wabah.
Pada tengah malam, langit di atas desa berubah menjadi merah tua, seolah-olah darah mengalir di cakrawala.
Baca Juga: Kutukan Gaun Pengantin Perawan Tua Anna Baker, Bisa Bikin Kesurupan hingga Bunuh Diri
Angin berhenti bertiup, dan suara bisikan dari hutan semakin terdengar jelas di seluruh desa. Warga yang belum terserang, sekitar dua puluh orang, berlindung di rumah kepala desa, berdoa dan memohon perlindungan.
Mereka bisa mendengar langkah kaki berat mendekat, diikuti suara ketukan di pintu dan dinding. "Buka... kami ingin masuk..." suara itu terdengar lembut tapi penuh ancaman.
Di luar, ratusan warga yang telah berubah berdiri mengelilingi rumah. Mereka tidak lagi terlihat seperti manusia biasa. Kulit mereka pucat, pembuluh darah hitam menonjol di wajah dan tangan mereka, dan senyum mengerikan terukir di bibir mereka.
Beberapa di antaranya mulai merangkak di dinding, mencoba masuk melalui jendela. Salah satu warga, Pak Slamet, nekat mengintip keluar dan langsung menjerit.
Dia melihat istrinya sendiri di antara kerumunan itu, namun wajahnya sudah bukan wajah yang dia kenal, lantaran matanya kosong, dan mulutnya terbuka lebar hingga rahangnya tampak patah.
Di dalam rumah, ketakutan mencapai puncaknya. Mereka mencoba menghubungi dunia luar, tetapi kendala di sinyal telepon yang tetiba mati total.
Listrik juga padam, meninggalkan mereka dalam kegelapan yang hanya diterangi lilin. Tiba-tiba, suara ketukan berhenti. Keheningan itu justru lebih menakutkan.
Kemudian, dari arah pintu, terdengar suara langkah kaki tunggal yang pelan tapi pasti. Pintu terbuka dengan perlahan, dan sosok Bima berdiri di sana.
Tubuhnya tampak normal, namun matanya hitam pekat, dan dia tersenyum lebar. "Kalian tidak bisa lari," katanya dengan suara yang bukan miliknya. "Kami sudah di sini sejak lama... dan sekarang, giliran kalian."
Di tengah kepanikan, seorang nenek tua bernama Mbok Sari, yang selama ini diam saja, tiba-tiba mulai menguak satu-persatu.
Dia merupakan satu-satunya yang tampak tenang. Dengan suara bergetar, dia menceritakan legenda yang disembunyikan para tetua, ratusan tahun lalu, desa ini dibangun di atas kuburan massal para prajurit yang dikorbankan dalam ritual gelap untuk memanggil entitas kuno.
Entitas itu disegel di bawah pohon beringin oleh leluhur mereka, namun segelnya akan melemah kalau ada yang mengganggu altarnya. Kelima remaja itu, tanpa sadar, telah memecahkan segel tersebut.
Mbok Sari menegaskan bahwa satu-satunya cara untuk menghentikan ini adalah dengan mengorbankan seseorang secara sukarela ke dalam hutan, sebagai ganti jiwa-jiwa yang telah diambil.
Tetapi, sebelum mereka sempat memutuskan, dinding rumah runtuh akibat tekanan dari luar. Ratusan warga yang telah dirasuki masuk, dan jeritan terakhir para penyintas tenggelam dalam kegelapan.
Baca Juga: Misteri Kematian Anneliese Michel: Kesurupan hingga Jalani Ritual Pengusiran Setan Selama Setahun
Keesokan harinya, tim penyelamat dari kota terdekat tiba di Kumantan setelah mendapat laporan mengenai hilangnya kontak dengan desa itu.
Namun, mereka hanya menemukan keheningan. Rumah-rumah kosong, barang-barang berserakan, dan tak ada tanda-tanda kehidupan. Di lapangan desa, mereka menemukan ratusan jejak kaki yang membentuk lingkaran sempurna, namun tidak ada satu pun warga yang tersisa.
Sampai saat ini, Kumantan menjadi desa mati yang resmi telah ditinggalkan. Orang-orang yang lewat di dekat hutan terlarang terkadang masih mendengar bisikan dan tawa dari dalam, namun tidak ada yang berani masuk.
Cerita mengenai kesurupan massal itu menyebar, menjadi peringatan bahwa ada hal-hal di dunia ini yang lebih baik dibiarkan tertidur selamanya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: X @duskwaiter_