INDOZONE.ID - Pembangunan kereta api di Indonesia merupakan salah satu tonggak penting dalam sejarah transportasi dan infrastruktur nasional.
Meskipun awalnya dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda untuk kepentingan ekonomi mereka sendiri, keberadaan kereta api memberikan dampak besar terhadap perubahan sosial, ekonomi, dan tata ruang di Indonesia.
Artikel ini akan mengulas sejarah awal pembangunan kereta api di Indonesia pada abad ke-19, termasuk latar belakang, jalur pertama yang dibangun, perluasan jaringan, serta fungsi dan dampaknya bagi masyarakat kala itu.
Baca Juga: Pengaruh Sosial Ekonomi Masyarakat Terhadap Pembuatan Jalur Kereta Di Jawa Barat
Latar Belakang Pembangunan Kereta Api
Pada pertengahan abad ke-19, Hindia Belanda mulai mengalami pergeseran sistem ekonomi. Setelah masa tanam paksa (Cultuurstelsel) perlahan dihapus karena banyak mendapat kritik, pemerintah kolonial mulai menerapkan sistem ekonomi liberal.
Dalam sistem ini, pihak swasta, khususnya pengusaha Belanda, diberi kesempatan untuk berinvestasi di berbagai sektor, termasuk infrastruktur transportasi.
Salah satu masalah utama saat itu adalah lambatnya transportasi hasil perkebunan dari pedalaman ke pelabuhan.
Jalan darat yang ada buruk, dan biaya angkut mahal. Maka dari itu, dibutuhkan sarana transportasi yang lebih cepat, efisien, dan mampu menjangkau wilayah yang jauh—kereta api menjadi jawabannya.
Baca Juga: Ilmuwan Temukan Spongebob & Patrick Versi Nyata, Ceritanya Nggak Seimut di Kartun!
Pembangunan Jalur Pertama: Semarang–Tanggung
Pembangunan jalur kereta api pertama dimulai pada 17 Juni 1864 oleh perusahaan swasta Belanda, Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS).
Jalur pertama yang dibangun menghubungkan kota Semarang dengan Tanggung di Jawa Tengah, dengan panjang 26 kilometer.
Jalur ini resmi dioperasikan pada 10 Agustus 1867, ditandai dengan upacara peresmian yang dilakukan oleh Gubernur Jenderal Sloet van de Beele di Kemijen, Semarang.
Tujuan utama jalur ini adalah untuk mengangkut hasil bumi seperti gula, kopi, dan tembakau dari daerah pedalaman ke Pelabuhan Semarang agar dapat diekspor ke Eropa.
Jalur ini juga digunakan untuk mengangkut pasukan dan memperkuat kontrol kolonial terhadap wilayah pedalaman Jawa.
Perluasan Jaringan dan Keterlibatan Pemerintah Kolonial
Setelah keberhasilan jalur Semarang–Tanggung, pembangunan jaringan kereta api terus diperluas. Jalur-jalur kereta api mulai menghubungkan kota-kota besar di Jawa seperti Solo, Yogyakarta, dan Surabaya.
Namun karena pembangunan oleh swasta berjalan lambat, pada tahun 1878 pemerintah kolonial membentuk perusahaan negara bernama Staatsspoorwegen (SS) untuk mempercepat pembangunan jaringan kereta api.
SS kemudian membangun jalur-jalur baru, terutama di wilayah selatan dan timur Jawa.
Di luar Jawa, jalur kereta juga dibangun di Sumatera Timur (untuk mengangkut hasil tembakau dan kelapa sawit), Sumatera Barat (untuk batubara dan hasil bumi), serta di Sulawesi Selatan dalam skala yang lebih kecil.
Fungsi dan Dampak Kereta Api di Masa Kolonial
Fungsi utama kereta api di masa kolonial adalah sebagai alat transportasi hasil perkebunan dan tambang untuk kepentingan ekspor.
Di samping itu, kereta api juga digunakan untuk mobilisasi tentara Belanda serta mempercepat komunikasi dan administrasi kolonial. Kereta api mulai melayani angkutan penumpang, meskipun sistemnya diskriminatif.
Penumpang dibagi dalam tiga kelas berdasarkan status sosial dan ras: kelas satu untuk Eropa, kelas dua untuk kalangan priyayi dan Timur Asing, dan kelas tiga untuk rakyat pribumi. Meskipun aksesnya terbatas, kereta api membawa dampak besar bagi masyarakat.
Wilayah sekitar stasiun menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru, memunculkan pasar, pemukiman, dan lapangan kerja baru. Kereta api juga menjadi simbol modernitas yang mempercepat perubahan sosial di Hindia Belanda.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Jurnal