Senin, 18 NOVEMBER 2024 • 13:34 WIB

Bule Depok: Sejarah Kehadiran Warga Asing di Depok pada Abad ke-19 dan 20

Author

  Lukisan yang mengambarkan sejumlah kapal VOC di perairan Indonesia (dulunya Hindia Belanda).

INDOZONE.ID - Kehadiran warga asing di Depok dapat ditelusuri sejak akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, saat Indonesia berada di bawah kekuasaan Belanda. 

Pada masa ini, banyak orang Eropa, baik sebagai pegawai kolonial maupun pengusaha, datang ke Depok untuk mengelola sumber daya alam dan perkebunan. 

Peningkatan jumlah warga asing ini terjadi seiring dengan pembangunan infrastruktur dan sistem transportasi lebih efisien, seperti kereta api yang mulai beroperasi pada 1860-an.

Alasan Bule Depok Datang

Kedatangan warga asing ke Depok terutama didorong oleh kepentingan ekonomi dan politik penjajahan Belanda.

Depok menjadi salah satu daerah strategis untuk pengembangan perkebunan, yang menjadi sumber utama perekonomian kolonial. 

Baca Juga: Kisah Stasiun Misterius di Depok: Bisa Pindah Tempat dan Hantu Bayangan Hitam

Selain itu, warga asing juga datang untuk berdagang atau bekerja di sektor pemerintahan.

Keberadaan mereka tidak hanya dimaksudkan untuk kepentingan ekonomi, tetapi juga sebagai upaya untuk memperluas pengaruh Belanda di wilayah Jawa dan sekitarnya.

Bule Depok di Masa Lalu

Sebutan “Bule Depok” mengacu pada para pendatang asing yang datang ke kota ini sejak masa penjajahan Belanda dan hingga periode awal kemerdekaan Indonesia. 

Pada abad ke-19 dan ke-20, Depok menjadi rumah bagi banyak orang Eropa, Tionghoa, dan kelompok etnis lainnya. Mereka datang untuk bekerja di sektor perkebunan, perdagangan, dan administrasi pemerintahan kolonial. 

Keberadaan mereka memberikan dampak besar terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat setempat, baik dalam segi budaya, sosial, maupun ekonomi.

Orang Asing Turut Berperan dalam Sejarah Depok

Para warga asing yang berkontribusi pada sejarah Depok adalah sebagian besar pekerja kolonial dari Belanda, pengusaha Eropa yang berbisnis di sektor perkebunan, serta orang Tionghoa yang memainkan peran penting dalam perdagangan. 

Tidak hanya itu, masyarakat lokal juga turut berperan dalam berbagai interaksi dengan warga asing. Mereka sering bekerja di sektor pertanian dan perdagangan yang dikelola oleh orang-orang asing ini. 

Hubungan antara mereka sering berfokus pada kerja sama ekonomi meski terkadang terpisah secara sosial dan budaya.

Tempat Tinggal Bule Depok 

Pada masa penjajahan, Depok dikenal sebagai daerah dengan banyak perkebunan yang dikelola oleh pemerintah kolonial Belanda. 

Warga asing, terutama orang Eropa, banyak tinggal di area-area perkebunan atau rumah-rumah yang disediakan oleh pemerintah kolonial. 

Selain itu, banyak juga yang memilih tempat tinggal di sekitar akses transportasi utama, seperti jalur kereta api yang menghubungkan Depok dengan Batavia (sekarang DKI Jakarta). 

Baca Juga: Kisah Mistis Hutan Kota Depok, Pengunjung Bisa Hilang Misterius Jika Masuk ke Dalamnya

Kehadiran mereka turut mendorong perkembangan infrastruktur di kota ini, termasuk pengembangan transportasi yang memudahkan mobilitas orang-orang asing.

Interaksi antara Orang asing dan Masyarakat Lokal di Depok

Interaksi antara warga asing dan masyarakat lokal berlangsung melalui berbagai saluran, baik dalam hal sosial maupun ekonomi. 

Warga asing, terutama dari Belanda dan Tionghoa, sering berkolaborasi dengan penduduk lokal dalam sektor perdagangan dan pertanian. 

Mereka menciptakan peluang kerja dan turut berperan dalam pembangunan ekonomi kota. Di sisi sosial, meskipun terdapat pemisahan yang jelas antara warga asing dan lokal, beberapa bentuk asimilasi budaya mulai terjadi. 

Jumlah orang asing di Depok kala itu, tidak sebanyak penduduk asli. Akan tetapi, kehadiran mereka turut memberikan dampak dalam banyak hal, seperti infrastruktur, ekonomi, dan budaya, yang bahkan terasa hingga kini.


Banner Z Creators Undip.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Journal Of Southeast Asian Studies, Journal Of Indonesian History, Southeast Asian Urban Studies Journal