Rabu, 24 APRIL 2024 • 16:17 WIB

Pemberontakan Lampung: Perlawanan Masyarakat Lampung Melawan Pemerintah Belanda 1815-1856

Author

Ilustrasi perang rakyat Lampung melawan Belanda, Radin Inten II jadi salah satu tokoh yang melawan. (Istimewa)

INDOZONE.ID - Ketidakseimbangan yang muncul pada abad ke-19 antara kerajaan-kerajaan tradisional dan pemerintah Belanda menghasilkan resistensi masyarakat di banyak wilayah.

Setelah dibubarkannya VOC pada 31 Desember 1799, wilayah jajahan VOC secara otomatis diambil alih oleh Kerajaan Belanda. Namun Perancis dibawah kepemimpinan Napoleon Bonaparte berhasil menduduki Belanda sebagai negara jajahannya, dan kemudian Hindia Belanda dikuasai sementara oleh Perancis.

Di tahun 1811, Inggris berhasil mengambil alih wilayah Jawa dan menunjuk Thomas Stamford Raffles untuk menjadi wakil gubernur Hindia Belanda dibawah pemerintahan Inggris dan Hindia Belanda dikembalikan kepada pemerintah Kolonial.

Kebijakan Raffles adalah sistem pajak tanah yang kemudian tahun 1830 digantikan dengan sistem tanam paksa atau Culturstelsel oleh Johannes van den Bosch.

Baca Juga: Viral di Lampung, Ada Sosok Wanita Bercadar Berkeliaran Malam-Malam hingga Menculik Anak

Pelaksanaan tanam paksa tidak hanya dilakukan di wilayah Jawa namun juga di luar Jawa, salah satunya adalah Lampung.

Lampung merupakan wilayah pulau Sumatera dengan sektor produksi utama lada hitam, dan membuat Belanda ingin menguasai Lampung.

Latar Belakang Perlawanan Masyarakat Lampung

Melalui Surat Keputusan 22 November 1808, setelah Kesultanan Banten dimusnahkan oleh Belanda dan wilayah Lampung yang mempunyai hubungan dengan Banten dijadikan tanah gubernemen oleh pemerintah Belanda. Akibatnya banyak perlawanan oleh masyarakat Lampung.

Dengan adanya surat keputusan tersebut, Belanda mengklaim wilayah Lampung sebagai daerah jajahannya. Namun, Raden Inten I, yang merupakan pemimpin Lampung menolak untuk tunduk kepada pemerintah Kolonial dan berupaya untuk menguasai Lampung secara penuh.

Upaya ini dilakukan untuk dapat memperdagangkan rempah-rempah Lampung secara bebas. Oleh sebab itu, Raden Inten I memimpin perlawanan dengan masyarakat di tahun 1815.

Pemberontakan terjadi sebagai respons terhadap upaya Belanda untuk mengambil alih tanah-tanah marga di Lampung untuk kepentingan perkebunan dengan penerapan pajak yang tinggi dan monopoli ekonomi. Raden Inten II memimpin perlawanan sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan ekonomi kolonial Belanda.

Baca Juga: Jejak Sistem Pajak Tanah Era Kolonial, Masa Pemerintahan Thomas Stamford Raffles di Hindia Belanda

Tokoh-Tokoh Perlawanan Masyarakat Lampung

Ilustrasi patung Radin Inten II di Lampung. (Tangkapan Layar)

1. Raden Inten I

Raden Inten I adalah pemimpin Lampung yang diakui oleh Daendels. Namun setelah pengalihan kekuasaan, Raden Inten I memilih untuk memberontak dari Belanda untuk memperdagangkan rempah-rempah secara bebas.

Di tahun 1828, Raden Inten I meninggal dan tahta pemimpin digantikan Raden Imba II.

2. Raden Imba II

Raden Imba II mempimpin Lampung selama tahun 1838 sampai 1834 menggantikan Raden Inten I. Raden Imba II banyak memimpin serangan pemberontakan kepada Belanda dan mencegah serangan Belanda di Lampung Selatan.

Di tahun 1834, Raden Imba II ditanggap dan diasingkan oleh Belanda ke Timor.

3. Bathin Mangunang

Bathin Mangunang mempertahankan Lampung selama 1817-1832 bersama Raden Inten I dan Raden Inten II. Bathin Mangunang berpengaruh di wilayah Teluk Semangka dan memperjuangkan daerahnya.

Baca Juga: Sosok Misterius Wanita Bercadar di Lampung yang Mengetuk Pintu Malam-Malam, Tak Cuma Satu!

Sayangnya, Bathin Mangunang ikut tertangkap Belanda bersama Raden Inten II ke Timor.

4. Raden Inten II

Raden Inten II, cucu dari Raden Inten I, memainkan peran penting dalam melawan penjajahan Belanda di Lampung. Raden Inten II menerima tahta “Ratu” pada tahun 1850. Raden Inten II mempersiapkan pertahanan dan keamanan Lampung dengan strategi pertahanan wilayah dan membangun benteng-benteng sebagai basis perlawanan.

Kronologi Pemberontakan Masyarakat Lampung

Ilustrasi pelrawana masyarakat Lampung kepada Belanda. (Istimewa)

Raden Inten I yang memberontak, kemudian berdamai dengan Belanda dan membuat kesepakatan. Namun, pada Desember 1825, Gezakhebber Lelievre bersama Letnan Misonius datang ke Negara Ratu dengan maksud menangkap Raden Inten I untuk dibawa ke Teluk Betung.

13 Desember 1825, Raden Inten I bersama dengan masyarakat Lampung menyerang perkemahan orang-orang Belanda yang beristirahat di Negara Ratu. Akibat serangan ini, orang-orang Belanda terpaksa pulang ke Teluk Betung tanpa berhasil menangkap Raden Intan I. Tiga tahun setelah serangan tersebut, tepatnya pada tahun 1828, Raden Inten I wafat dan digantikan oleh Raden Imba II.

Raden Imba II melanjutkan perlawanan yang dilakukan oleh pendahulunya. Dia memimpin masyarakat Lampung dalam melawan penjajahan Belanda dengan tekad dan semangat yang tinggi. Raden Imba II berhasil membangun hubungan dengan Sultan Lingga dan pelaut Bugis serta Sulu untuk memperkuat perlawanan.

Baca Juga: Sejak Zaman Hindia Belanda, Jakarta Sudah Dilanda Kebanjiran Hebat, Apa Masalahnya?

Bathin Mangunang, seorang pemimpin marga dari daerah Kota Agung di Teluk Semangka, berperan penting dalam perlawanan masyarakat Lampung terhadap serangan Belanda bersama dengan Raden Imba II. Mereka bekerja sama untuk melawan penjajahan Belanda mulai dari tahun 1817 hingga 1832.

Pada tanggal 6 Januari 1828, pemerintah Belanda mengirimkan 32 pasukan dari Teluk Betung untuk menyelidiki kedudukan Bathin Mangunang di Teluk Semangka. Namun, pasukan Bathin Mangunang menolak kedatangan Belanda dan menyambut mereka dengan perlawanan. Daerah Kalianda dan Teluk Semangka masih dalam penguasaan Bathin Mangunang, sehingga Belanda merasa perlu untuk melakukan perbaikan dalam pemerintahannya di wilayah Lampung.

Belanda terus berusaha mendesak kedudukan Bathin Mangunang dengan mengirimkan beberapa ekspedisi untuk menyerangnya. Meskipun Bathin Mangunang beberapa kali menolak panggilan dari pembesar Belanda dan bersikeras untuk mempersiapkan perlawanan dengan masyarakat Lampung.

Namun, pada tahun 1832, pemerintah Belanda merespons perlawanan Raden Imba II dan Bathin Mangunang dengan mengirim ekspedisi ke Lampung.

Meskipun Raden Imba II berhasil meloloskan diri dan berencana meminta bantuan kepada Sultan Lingga, akhirnya pada tanggal 23 September 1834, dengan kekuatan 21 opsir dan 18 serdadu di bawah pimpinan Kolonel Elout, benteng Raja Gepeh berhasil direbut dan perlawanan masyarakat Lampung berhasil dipatahkan dan tekanan dari Belanda membuat Sultan Lingga menyerahkan Raden Imba II kepada Belanda. Akibatnya, Raden Imba II diasingkan ke Timor.

Puncak Pemberontakan Lampung

Puncak perlawanan rakyat Lampung terjadi pada abad ke-19 di bawah pimpinan Raden Inten II, yang terlahir dan dibesarkan dalam semangat perlawanan melawan kolonialisme Belanda. Raden Inten II mempersiapkan pertahanan Lampung dengan membangun benteng-benteng yang dilengkapi dengan meriam-meriam dan ranjau-ranjau darat. Serta juga membeli persenjataan modern dan tradisional untuk memperkuat pasukannya.

Baca Juga: Kisah Mbah Moedjair: Penemu Mujair yang Bikin Ikan Air Asin Bisa Hidup di Air Tawar, Diberi Penghargaan Hindia Belanda

Pasukan Belanda yang dipimpin oleh Kolonel Waleson menyerang Benteng Merambung yang dijaga oleh pasukan Raden Inten II. Meskipun pasukan Belanda gagal merebut benteng tersebut, pertempuran sengit terjadi antara kedua belah pihak.

Belanda menggunakan strategi politik devide et impera dengan menawarkan perundingan langsung dengan Singa Branta tanpa sepengetahuan Raden Inten II, dalam upaya untuk memecah kekuatan dan keutuhan pasukan Raden Inten II.

Pada Oktober 1856, Raden Inten II meninggal dengan pengkhianatan Raden Ngerapat yang bersekutu dengan Belanda. Raden Ngerapat mengundang Raden Inten II dan memanggil Belanda untuk menyerbu Raden Inten II yang sedang lengah.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Direktorat Pai