Senin, 11 DESEMBER 2023 • 08:10 WIB

Kisah Tragis George Stinney Jr. Jadi Bukti Nyata Diskriminasi Ras, Terbukti Tak Bersalah setelah 70 Tahun Eksekusi Mati

Author

George Stinney Jr.

INDOZONE.ID - Saat hukum Jim Crow (hukum pemisahan rasial) masih berkuasa, seorang remaja berkulit hitam, George Stinney Jr. tewas dalam proses eksekusi mati dengan kursi listrik pada 16 Juni 1944. Dia dieksekusi atas tuduhan telah membunuh 2 anak kecil berkulit putih di lingkungan tempat tinggalnya di South Carolina.

Atas eksekusinya tersebut, George menjadi orang termuda yang dieksekusi mati dalam sejarah modern Amerika Serikat. Di mana saat itu dia baru berusia 14 tahun.

Pada tahun 2014, pasca 70 tahun kematiannya, melalui penelitian dan peninjauan lebih lanjut, pengadilan South Carolina baru menyatakan George tak bersalah.

Pembunuhan 2 Anak Jadi Awal Mimpi Buruk

Kisah tragis George Stinney Jr.

Pada 23 Maret 1944, Betty June Binnicker (11) dan Mary Emma Thames (7) dilaporkan menghilang. Menurut informasi yang beredar, kedua anak kecil ini terakhir kali terlihat saat mengendarai sepeda di wilayah Alcolu untuk mencari bunga.

Hilangnya Betty dan Mary seketika membuat seluruh warga Alcolu dilanda kehebohan. Tak menunggu lama, ratusan penduduk Alcolu pun mengerahkan seluruh tenaga mereka untuk mencari kedua anak ini, termasuk di antaranya ayah George.

Namun sayangnya, Betty dan Mary baru dapat ditemukan keesokan harinya dalam keadaan tewas di sebuah selokan dangkal yang terletak di hutan wilayah Alcolu.

Dr. Asbury Cecil Bozard yang saat itu bertugas memeriksa jasad Betty dan Mary mengungkapkan bahwa tidak ditemukan tanda-tanda perlawanan. Namun yang jelas, kematian kedua anak kecil tersebut diakibatkan oleh kekerasan fatal yang menyebabkan banyak luka di kepala.

Mary memiliki lubang yang menembus dahi hingga ke tengkoraknya, serta ditemukan sayatan sepanjang dua inci di atas alat kelamin bagian kanan.

Sementara itu, Betty mendapatkan setidaknya tujuh pukulan di kepala yang menyebabkan bagian belakang tengkoraknya hancur tak karuan.

Dr. Asbury menyimpulkan bahwa luka-luka tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh oleh alat berbentuk bulat seukuran kepada palu.

Pada saat itu, muncul sebuah rumor yang mengatakan bahwa Betty dan Mary pernah bertandang ke rumah keluarga kulit putih pada hari yang sama saat mereka dinyatakan menghilang. Akan tetapi, hal tersebut tak pernah dikonfirmasi sebab sepertinya polisi tidak sedang mencari pembunuh berkulit putih.

Hal ini berbanding terbalik ketika seorang saksi mengatakan bahwa dia pernah melihat Betty dan Mary berinteraksi dengan George Stinney. Tak menunggu waktu lama, petugas penegak hukum Clarendon County langsung bergegas ke rumah keluarga Stinney yang merupakan penduduk berkulit hitam dan segera menangkap George yang saat itu masih berusia 14 tahun.

Baca Juga: Kisah Harry Houdini: Pesulap Ahli Meloloskan Diri yang Ingin Buktikkan Paranormal Itu Palsu

George Stinney Jr. Divonis Hukuman Mati

Kisah tragis George Stinney Jr.

Pada era 1940-an, South Carolina terkenal sebagai salah satu tempat yang kental akan rasisme. Hal tersebut pada akhirnya membuat penduduk kota terpecah menjadi dua berdasarkan warna kulit, yaitu putih dan hitam.

Penduduk berkulit hitam yang saat itu lebih minoritas tentu saja harus hidup mengalah di tengah pandangan negatif orang-orang berkulit putih. Tak terkecuali saat berurusan dengan hukum.

Dari proses interogasi yang berlangsung selama berjam-jam, polisi mengungkapkan bahwa George telah mengakui tuduhan pembunuhan terhadap Betty dan Mary.

Dari paparan polisi, George mengatakan alasannya membunuh kedua anak kecil tersebut karena rencananya untuk berhubungan badan dengan salah satu korban tersebut gagal.

"Saya menangkap seorang anak laki-laki bernama George Stinney. Dia kemudian membuat pengakuan dan memberitahu saya dimana lokasi sepotong besi dengan panjang sekitar 15 inci (senjata). Dia bilang dia menaruhnya di selokan yang terletak sekitar enam kaki dari sepeda Betty dan Mary ditemukan," tulis seorang petugas bernama H.S. Newman dalam pernyataan tertulisnya.

Selama proses penyelidikan, George tak pernah didampingi oleh orang tuanya. Bahkan ketika waktu persidangan semakin dekat, orang tuanya tak tahu dimana George ditahan.

Sekitar satu bulan pasca kematian Betty dan Mary, sidang perdana George Stinney Jr. digelar di gedung pengadilan Clarendon County. Di hari persidangan tersebut, meski sudah berminggu-minggu tak bertemu putranya, orang tua maupun keluarga George tak ada yang datang.

Bukan karena tak ingin, mereka hanya terlalu takut menjadi sasaran kebencian orang-orang kulit putih yang saat itu berbondong-bondong datang ke persidangan. Dimana menurut estimasi, ada sekitar 1.500 orang yang datang untuk menyaksikan peradilan remaja 14 tahun tersebut.

Dalam persidangan tersebut George didampingi oleh seorang pengacara yang ditunjuk oleh pengadilan, Charles Plowden. Meski seharusnya dia bertugas untuk membela George, Charles malah tampak ogah-ogahan menjalankan tugasnya.

Bagaimana tidak? Dalam persidangan yang berlangsung 2 jam tersebut, tak sekali pun Charles berhasil memanggil saksi maupun memberikan bukti yang mampu membantu kliennya.

Setelah persidangan yang berlangsung cukup singkat tersebut, melalui pertimbangan dalam waktu kurang dari 10 menit, para juri yang seluruhnya berkulit putih memutuskan bahwa George bersalah atas pembunuhan Betty dan Mary.

Pada 24 April 1944, hanya berbekal bukti berupa pengakuan saksi yang menyatakan bahwa George pernah berbincang dengan Betty dan Mary sehari sebelum kejadian, George secara resmi dijatuhi hukuman mati dengan cara disetrum menggunakan kursi listrik.

Proses Eksekusi George Stinney Jr.

George Stinney Jr.

Putusan pengadilan soal eksekusi mati George tentu tak dapat diterima begitu saja. Dinilai terlalu muda, serikat kulit hitam maupun kulit putih berusaha mengajukan petisi kepada Gubernur South Carolina saat itu, Olin Johnston untuk memberikan grasi kepada George.

Tak hanya itu, ratusan surat yang meminta Gubernur Olin untuk menunjukkan belas kasihannya juga terus dikirim. Bahkan para pendukung George pun sampai mengajukan banding ke pengadilan. Akan tetapi, malang tak dapat ditolak. Segala usaha banding yang diajukan tersebut tak ada satupun yang berhasil.

Pada tanggal 16 Juni 1944, sambil memeluk sebuah Alkitab, George Stinney Jr. masuk ke ruang eksekusi di Lembaga Pemasyarakatan Negara Bagian South Carolina.

Listrik bertegangan 2.400 volt mengalir ke tubuh kecil George yang terikat rapi di kursi listrik ukuran dewasa. Dan tak lama kemudian, George dinyatakan meninggal. Hingga detik-detik terakhir hidupnya, George tetap kukuh pada pendiriannya bahwa dia tidak bersalah.

Baca Juga: Pembagian Era di Jepang, Dari Era Asuka hingga Era Heisei

Keadilan Datang 70 Tahun Kemudian

Kisah tragis George Stinney Jr.

Seiring berjalannya waktu, seakan baru tampak, ketidakadilan yang menyelimuti kasus tersebut semakin menyedot atensi publik. Mulai dari pendampingan hukum yang tak memadai, bukti fisik yang nihil hingga kebenaran pengakuan George yang dapat dipastikan membuat publik semakin curiga.

Pada tahun 2004, setelah membaca sebuah berita yang mengingatkannya akan kasus George Stinney Jr., seorang sejarawan asal Alcolu, George Frierson akhirnya memutuskan untuk menyelidiki kasus ini lebih lanjut.

Dalam prosesnya, George Frierson menemukan begitu banyak poin penting yang membuatnya semakin yakin bahwa George tidak bersalah, sehingga dia pun bertekad untuk memperjuangkan pembebasan George dari tuduhan yang telah merenggut nyawanya.

Dengan semakin meningkatnya tekanan publik terhadap kasus ini, lembaga hukum AS pun akhirnya meninjau kembali berkas kasus tersebut. Dalam proses peninjauan kembali tersebut, saudara-saudaranya ikut memberikan kesaksian.

Mereka menyebut bahwa pengakuan George saat itu terlalu dipaksakan dan menyatakan bahwa George punya alibi yang kuat. Dimana saat pembunuhan terjadi, George bersama saudara perempuannya, Aime, sedang bertugas mengawasi ternak sapi keluarga.

Dalam proses peninjauan tersebut, seorang pria bernama Wilford Johnny Hunter yang mengaku sebagai teman satu sel George juga menyatakan bahwa George membantah telah membunuh Betty dan Mary.

"Kenapa mereka mau membunuhku atas sesuatu yang tidak aku lakukan?" bunyi pertanyaan George tersebut yang diungkap Johnny dalam pemaparannya.

Setelah melalui proses panjang, pada tanggal 17 Desember 2014, Hakim Carmen T. Mullen membatalkan hukuman terhadap George, dan menyebut hukuman mati yang diterima George saat itu sebagai ketidakadilan yang besar dan mendasar.

Kisah George Stinney Jr. menjadi bukti nyata akan ketidakadilan hukum Amerika Serikat kepada golongan minoritas.

Kisah seorang remaja yang dieksekusi mati di usia mudah ini menjadi salah satu inspirasi novelis kondang Amerika Serikat, Stephen King dalam novelnya yang berjudul 'The Green Mile'.

Writer: Putri Octavia Saragih

 


Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone.Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.

Z Creators,

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Post And Courier