Jumat, 11 AGUSTUS 2023 • 15:01 WIB

Melihat Arca Bhairawa: Saksi Bisu Ajaran Tantrayana di Masa Lalu, Punya Ritual Minum Darah dan Seks Bebas

Author

Arca Bhairawa. (Z Creators/Nur Faridha)

INDOZONE.ID - Bila kamu berkesempatan mengunjungi Museum Nasional Indonesia yang terletak di jalan Merdeka, Jakarta Pusat, pasti tak asing dengan gedung lama di museum tersebut.

Gedung ini selalu mempesona karena memamerkan ratusan arca dan prasasti dari era kerajaan Indonesia.

Nah, dari sekian arca yang ditampilkan, baik di lorong atau aulanya, terdapat sebuah patung arca terbesar yang diperkirakan tingginya lebih dari tiga meter. Patung arca terbesar itu adalah Arca Bhairawa.

Arca Bhairawa ini memiliki tinggi 4,41 meter dan berat sekitar 4 ton, terbuat dari batu andesit. Dinamakan seperti itu lantaran arca ini menggambarkan sosok Bhairawa, suatu dewa-raksasa dalam aliran sinkretisme Tantrayana, yang menggabungkan pengejawantahan Siwa dan Buddha sebagai sosok yang menakutkan.

Namun, penampakan Bhairawa ini juga dihubungkan dengan perwujudan Raja Adityawarman, seorang penganut aliran Tantrayana Kalachakra.

Bhairawa digambarkan sebagai sosok raksasa yang mengerikan, mencerminkan aspek hasrat negatif. Selain itu, ia juga merupakan perwujudan Siwa dan Buddha dalam aliran Tantrayana.

Loh, memang dewa Hindu bisa disandingkan dengan Buddha?

Sekte Sinkretisme Tantrayana

Arca Bhairawa. (Z Creators/Nur Faridha)

Pada zaman dulu, sekte aliran yang menggabungkan dua agama sangat lazim. Nah salah satunya aliran Tantrayana ini yang menggabungkan antara dewa Siwa di Hindu dengan Buddha.

Disebut Tantrayana sebab aliran yang awalnya lahir dari golongan Cakta ini menggunakan kitab suci yang dinamakan Tantra sebagai pegangan. Kitab ini berisi berbagai hal tentang keagamaan dan ritual atau pemujaan yang bersifat sihir dan ghaib.

Aliran ini juga sering dinamakan Bhairawa Tantra karena pemujaanya yang ditujukan kepada Dewa Siwa. Pada umumnya dalam Trimurti, Siwa dipandang sebagai Mahadewa (Dewa Tertinggi), Mahecwara (Maha Kuasa), dan Mahakala (Sang Waktu).

Ritual Penuh Hawa Nafsu

Arca Bhairawa. (Z Creators/Nur Faridha)

Dalam buku Widji Saksono, "Mengislamkan Tanah Jawa: Telaah Atas Metode Dakwah Walisongo", Bhairawa Tantra yang menghasilkan ritual-ritual amoral dan membangkitkan kegelapan peradaban selama beberapa abad.

Cara pandang utama dari aliran ini adalah dengan memperturutkan hawa nafsu maka kecenderungan jiwa pada akhirnya akan lebih mudah diarahkan untuk menjauhi nafsu-nafsu tersebut.

Bentuk ritualnya meliputi apa yang dikenal dengan sebutan Ma-lima atau pancamakara. Ritual Ma-lima tersebut terdiri dari matsiya (ikan), mamsa (daging), mada (minuman keras), mudra (ekstase melalui tarian yang terkadang bersifat erotis atau melibatkan makhluk halus hingga “kerasukan”, juga berarti sikap tangan yang dianggap melahirkan kekuatan gaib), dan maithuna (seks bebas).

Dalam bentuk yang paling esoterik, pemujaan yang bersifat Tantrik memang memerlukan persembahan berupa manusia. Ritualnya meliputi persembahan berupa meminum darah manusia dan memakan dagingnya.

Wujud Bhairawa Dalam Arca

Arca Bhairawa memiliki dua tangan, dengan tangan kiri memegang mangkuk berisi darah manusia dan tangan kanan membawa pisau belati. Penggambaran Bhairawa membawa pisau ini mungkin merujuk pada upacara Ritual Matsya atau Mamsa, yang melibatkan simbolisme meminum darah.

Bhairawa adalah Dewa Siwa dalam salah satu aspek perwujudannya, yang memiliki sifat ganas dan kejam. Ia digambarkan memiliki rupa yang menyeramkan, dengan taring dan tubuh besar layaknya raksasa.

Di tengah rambutnya yang disanggul ke atas seperti bola, terdapat patung Buddha Amitabha, menggambarkan unsur sinkretisme antara Hindu dan Buddha dalam aliran Tantrayana.

Bhairawa mengenakan perhiasan seperti mahkota dan kalung, serta memiliki gelang tangan dan gelang kaki berupa belitan ular. Ikat pinggangnya penuh dengan ukiran wajah kala.

Bhairawa digambarkan menginjak orang cebol yang terlentang, berdiri di atas lapik berbentuk delapan tengkorak yang melambangkan lapangan mayat. Lokasi penemuan arca, tempat Tantrayana punya penganut Sumatera

Arca ini awalnya ditemukan di kompleks percandian Padang Roco, Dharmasraya, Sumatera Barat, menghadap ke arah timur dan dekat dengan Sungai Batanghari.

Dikaitkan dengan fungsi strategis sebagai markah tanah, patung Bhairawa melambangkan gerbang masuk ke pusat pemerintahan Kerajaan Melayu di Sumatera Barat.

Arca ini sempat roboh dan terkubur tanah, bahkan digunakan oleh penduduk setempat sebagai alat pengasah parang dan lesung untuk menumbuk padi.

Pada tahun 1935, arca ini diangkut oleh pemerintah Hindia Belanda ke Kebun Margasatwa Bukittinggi. Setahun kemudian, pada tahun 1937, patung ini dipindahkan ke Museum Nasional.

Setelah abad ke-14, tidak ada lagi bukti yang menunjukkan perkembangan lebih lanjut dari aliran Tantrayana. Kemungkinan setelah mengalami pertumbuhan di Jawa, Sumatera, dan Bali, aliran Tantrayana mengalami kemunduran dan akhirnya punah setelah abad ke-14.

PENULIS: NUR FARIDHA


Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone. Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.

Z Creators

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Z Creators